Taufiq Kiemas adalah ketua MPR RI tahun 2009-2014. Taufiq juga bergelar
Datuk Basa Batuah merupakan seorang keturunan Palembang-Minangkabau. Ia meninggal pada tanggal 8 Juni 2013 di Singapore General Hospital, Singapura.
Ayahnya adalah seorang guru yang pergi merantau ke Palembang. Sedangkan
ibunya, Hamzathoen Roesyda, berasal dari kanagarian Sabu, Batipuah Ateh,
Tanah Datar, Sumatera Barat.
Politikus Indonesia yang pernah menduduki posisi sebagai Bapak Negara RI ke-5 ini sempat menjadi anggota DPR RI selama dua periode berturut-turut dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan untuk daerah pemilihan Jawa Barat II, yaitu untuk masa bakti 1999-2004 dan 2004-2005.
Taufiq aktif berorganisasi di bawah bendera Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang didirikan istrinya, Megawati. Saat ini,politisi yang juga pernah menjabat Dewan Kehormatan Pengurus Pusat Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PP PA GMNI) ini menjabat sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-12 untuk masa bakti tahun 2009 hingga 2014. Jabatan ini diemban Taufiq merangkap sebagai Ketua Dewan Pertimbangan DPP PDI-P.
Tepat bersamaan dengan ulang tahun ke-70, Taufiq Kiemas meluncurkan biografinya yang berjudul Gelora Kebangsaan Tak Kunjung Padam. Buku setebal 471 halaman itu berisi perjalanan hidup Taufiq Kiemas sejak kecil, besar di Yogyakarta, dan mulai masuk di kancah politik nasional, hingga menjadi ketua MPR.
Politikus Indonesia yang pernah menduduki posisi sebagai Bapak Negara RI ke-5 ini sempat menjadi anggota DPR RI selama dua periode berturut-turut dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan untuk daerah pemilihan Jawa Barat II, yaitu untuk masa bakti 1999-2004 dan 2004-2005.
Taufiq aktif berorganisasi di bawah bendera Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang didirikan istrinya, Megawati. Saat ini,politisi yang juga pernah menjabat Dewan Kehormatan Pengurus Pusat Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PP PA GMNI) ini menjabat sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-12 untuk masa bakti tahun 2009 hingga 2014. Jabatan ini diemban Taufiq merangkap sebagai Ketua Dewan Pertimbangan DPP PDI-P.
Tepat bersamaan dengan ulang tahun ke-70, Taufiq Kiemas meluncurkan biografinya yang berjudul Gelora Kebangsaan Tak Kunjung Padam. Buku setebal 471 halaman itu berisi perjalanan hidup Taufiq Kiemas sejak kecil, besar di Yogyakarta, dan mulai masuk di kancah politik nasional, hingga menjadi ketua MPR.
Lahir Dari Keluarga Masyumi
Dilahirkan di era pergolakan melawan penjajahan Jepang dan dibesarkan
di saat agresi militer Belanda II membuat Taufiq Kiemas tumbuh menjadi
anak yang berani dan berjiwa nasionalis. Meski dibesarkan dalam keluarga
Masjumi, Taufiq selalu disekolahkan di sekolah yang sekuler, tempat
anak-anak dari berbagai latar belakang berkumpul.
"Di masa-masa remaja itu, Taufiq belum begitu tertarik mengikuti soal-soal politik," tulis Rustam F Mandayun, Muhammad Yamin, Helmy Fauzy dan Imran Hasibuan dalam buku "Jembatan Kebangsaan: Biografi Politik Taufiq Kiemas" yang diluncurkan Kamis 19 Februari 2009.
Saat bersekolah di Sekolah Menengah Atas II Palembang, Taufiq malah membentuk gang anak muda yang diberi nama Don Quixotte. Sesuai namanya yang mengambil tokoh utama novel klasik Miguel de Cervantes, mereka bercita-cita menaklukkan dunia. Tapi kegiatan utama gangnya tak jauh-jauh dari pesta dan hura-hura.
Sampai suatu waktu, 19 Agustus 1960, Taufiq mendengarkan pidato Presiden Soekarno yang berpidato menyatakan secara resmi membubarkan Masjumi dan Partai Sosialis Indonesia di hadapan pengurus dua partai itu. "Hebat juga presiden yang satu ini, membubarkan partai politik langsung di depan para pemimpin partai tersebut," kata Taufiq seperti diceritakan dalam buku biografinya.
Sejak itu, Taufiq malah penasaran dengan Soekarno dan pemikirannya. Buku-buku Bung Karno dilahapnya ketika masih duduk di bangku SMA. Tapi Taufiq hanya bisa mengagumi Soekarno diam-diam karena bapaknya sendiri adalah korban dari kesewenang-wenangan politik Proklamator itu.
Ketika Taufiq masuk Fakultas Hukum, kekaguman Taufiq pada Soekarno bertemu penyalurannya. Ketua perploncoan yang juga aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia yang berafiliasi ke Partai Nasional Indonesia, Djohan Hanafiah, mendengar cerita tentang Taufiq yang populer dengan gang Don Quixotte-nya. "Begitu tahu Taufiq ikut perploncoan, Djohan dan pengurus GMNI Palembang segera saja memutuskan merekrut Taufiq." Mereka berpikir, Taufiq akan menjadi darah segar yang bisa mendinamisir GMNI.
Tanpa pikir panjang, Taufiq bergabung dengan GMNI. Misi Taufiq sederhana: ingin suatu saat bisa memimpin PNI dan dekat dengan Soekarno yang diidolakannya. "PNI itu kan partai orang Jawa. Aku ingin tunjukkan bahwa orang Sumatera juga bisa memimpin partai orang Jawa," kata Taufiq. Dan pikiran Djohan ternyata benar, karena tak lama setelah Taufiq bergabung, rekan-rekan segangnya ikut bergabung dalam GMNI meski kebanyakan latar belakang mereka dari keluarga Masjumi.
Sementara di rumah, Tjik Agus Kiemas yang mendengar anaknya, Taufiq Kiemas, masuk GMNI kaget dan sedih. Aktivis Masjumi itu sempat menangis sedih mengetahui Taufiq bergabung dengan GMNI. "Sang ayah tak habis pikir, mengapa Taufiq memilih masuk GMNI, bukan organisasi kemahasiswaan yang berasaskan Islam seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)."
Akhirnya sang ayah bisa memaklumi pilihan politik anak sulungnya itu. Tjik Agus hanya berpesan agar Taufiq siap dengan pilihannya itu. Hubungan ayah dan anak itu akhirnya membaik lagi. Setelah itu bahkan Taufiq menjadikan rumahnya sebagai tempat berkumpul aktivis GMNI Palembang.
"Di masa-masa remaja itu, Taufiq belum begitu tertarik mengikuti soal-soal politik," tulis Rustam F Mandayun, Muhammad Yamin, Helmy Fauzy dan Imran Hasibuan dalam buku "Jembatan Kebangsaan: Biografi Politik Taufiq Kiemas" yang diluncurkan Kamis 19 Februari 2009.
Saat bersekolah di Sekolah Menengah Atas II Palembang, Taufiq malah membentuk gang anak muda yang diberi nama Don Quixotte. Sesuai namanya yang mengambil tokoh utama novel klasik Miguel de Cervantes, mereka bercita-cita menaklukkan dunia. Tapi kegiatan utama gangnya tak jauh-jauh dari pesta dan hura-hura.
Sampai suatu waktu, 19 Agustus 1960, Taufiq mendengarkan pidato Presiden Soekarno yang berpidato menyatakan secara resmi membubarkan Masjumi dan Partai Sosialis Indonesia di hadapan pengurus dua partai itu. "Hebat juga presiden yang satu ini, membubarkan partai politik langsung di depan para pemimpin partai tersebut," kata Taufiq seperti diceritakan dalam buku biografinya.
Sejak itu, Taufiq malah penasaran dengan Soekarno dan pemikirannya. Buku-buku Bung Karno dilahapnya ketika masih duduk di bangku SMA. Tapi Taufiq hanya bisa mengagumi Soekarno diam-diam karena bapaknya sendiri adalah korban dari kesewenang-wenangan politik Proklamator itu.
Ketika Taufiq masuk Fakultas Hukum, kekaguman Taufiq pada Soekarno bertemu penyalurannya. Ketua perploncoan yang juga aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia yang berafiliasi ke Partai Nasional Indonesia, Djohan Hanafiah, mendengar cerita tentang Taufiq yang populer dengan gang Don Quixotte-nya. "Begitu tahu Taufiq ikut perploncoan, Djohan dan pengurus GMNI Palembang segera saja memutuskan merekrut Taufiq." Mereka berpikir, Taufiq akan menjadi darah segar yang bisa mendinamisir GMNI.
Tanpa pikir panjang, Taufiq bergabung dengan GMNI. Misi Taufiq sederhana: ingin suatu saat bisa memimpin PNI dan dekat dengan Soekarno yang diidolakannya. "PNI itu kan partai orang Jawa. Aku ingin tunjukkan bahwa orang Sumatera juga bisa memimpin partai orang Jawa," kata Taufiq. Dan pikiran Djohan ternyata benar, karena tak lama setelah Taufiq bergabung, rekan-rekan segangnya ikut bergabung dalam GMNI meski kebanyakan latar belakang mereka dari keluarga Masjumi.
Sementara di rumah, Tjik Agus Kiemas yang mendengar anaknya, Taufiq Kiemas, masuk GMNI kaget dan sedih. Aktivis Masjumi itu sempat menangis sedih mengetahui Taufiq bergabung dengan GMNI. "Sang ayah tak habis pikir, mengapa Taufiq memilih masuk GMNI, bukan organisasi kemahasiswaan yang berasaskan Islam seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)."
Akhirnya sang ayah bisa memaklumi pilihan politik anak sulungnya itu. Tjik Agus hanya berpesan agar Taufiq siap dengan pilihannya itu. Hubungan ayah dan anak itu akhirnya membaik lagi. Setelah itu bahkan Taufiq menjadikan rumahnya sebagai tempat berkumpul aktivis GMNI Palembang.
Profil dan Biografi Taufik Kiemas
Nama Lengkap : Taufiq Kiemas
Alias : Kiemas | Taufik
Profesi : Politisi
Agama : Islam
Tempat Lahir : Jakarta
Tanggal Lahir : Kamis, 31 Desember 1942
Zodiac : Capricorn
Warga Negara : Indonesia
Anak : Puan Maharani
Istri : Megawati Soekarnoputri
Alias : Kiemas | Taufik
Profesi : Politisi
Agama : Islam
Tempat Lahir : Jakarta
Tanggal Lahir : Kamis, 31 Desember 1942
Zodiac : Capricorn
Warga Negara : Indonesia
Anak : Puan Maharani
Istri : Megawati Soekarnoputri
PENDIDIKAN
Sarjana Muda Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Palembang, 1966
SMA Negeri 2 Palembang
KARIR
Ketua MPR 2009-2014
Anggota DPR periode 1987-1992, 2004-2009 dan 2009–2014
PENGHARGAAN
2003, mendapat gelar Datuk Basa Batuah
KOMENTAR TENTANG TAUFIQ KIEMAS
Sarjana Muda Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Palembang, 1966
SMA Negeri 2 Palembang
KARIR
Ketua MPR 2009-2014
Anggota DPR periode 1987-1992, 2004-2009 dan 2009–2014
PENGHARGAAN
2003, mendapat gelar Datuk Basa Batuah
KOMENTAR TENTANG TAUFIQ KIEMAS
4 komentar:
terkadang kita baru tau sejarah dari seorang tokoh ketika telah meninggal dunia
selamat jalan pak taufiq
iya, saya juga baru tau kalau beliau orang sumatera, selama ini saya kira beliau orang jawa
taufiq itu mati karena dibunuh
ulah megawati yang mengorbankan misua sendiri
Saya bingung dengan brita... Mana yang benar.. Saya asli pesisir barat- lampung... Stahu saya bpk taufiq lahir di pulau pisang-pss barat lampung... Tolong cari kebenaran nya min...
Posting Komentar