Pasti sulit dibayangkan oleh aktivis dan volunteer Greenpeace pada saat melakukan aksi penutupan kanal di Kuala Cenaku-Indragiri Hulu tahun 2007 dan di Desa Teluk Meranti-Pelalawan, pada tahun 2009, bahwa kegiatan mereka dilakukan oleh seorang presiden beberapa tahun kemudian. Pada saat itu aksi mereka itu tidak mendapat respon dari pemerintah setempat dan bahkan dapat dianggap ilegal. Namun tidak jauh dari kedua tempat itu, tepatnya di Sei Tohor-Kepulauan Meranti, Riau, hari ini Presiden Jokowi bersama masyarakat desa, melakukan aksi penutupan kanal sebagai simbol keseriusan pemerintah untuk melakukan perlindungan lahan gambut, termasuk untuk mengatasi akar masalah kebakaran hutan yang kerap melanda kawasan tersebut.

Saya sendiri turut dalam rombongan presiden pagi itu mengunjungi Desa Tohor sebagai kegiatan blusukan yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo, dan menyaksikan ia melepas sepatunya dan turun ke kanal dan secara simbolik menutup kanal tersebut. Pak Abdul Manan, warga Sei Tohor yang menulis petisi Blusukan Asap kepada Presiden, ditemani oleh para pemimpin desa menjelaskan betapa kanal-kanal itu telah mengakibatkan lahan gambut tempat sagu bahan pokok makanan mereka mengering. Tidak hanya itu, kanal-kanal itu juga mempercepat proses intrusi air laut ke kawasan gambut, menyebabkan pohon-pohon sagu enggan tumbuh dengan baik.
“Kita tutup kanal ini agar gambut tetap basah dan tidak mudah terbakar”, demikian Presiden Jokowi ketika menyusun uyung (kulit batang sagu) ketika merampungkan bendungan yang dibangun sebagai sekat kanal. 
Kanal-kanal merusak ekosistem gambut. Kanal-kanal yang dibangun oleh perusahaan-perusahaan kebun sawit dan kebun kayu (HTI) monokultur skala besar di kawasan gambut bertujuan untuk mengeringkan kawasan gambut yang selanjutnya ditanami dengan tanaman monokultur eksotik seperti sawit atau akasia. Dampak pengeringan yang dilakukan dengan membangun kanal-kanal drainase ini berdampak sangat buruk. Lahan gambut yang dikeringkan akan menjadi sangat mudah terbakar, dan apabila terbakar dalam musim kemarau menjadi kebakaran hutan yang tidak terkendalikan. Kebakaran hutan telah menghasilkan bencana asap yang harus diderita masyarakat di Riau dan juga di tempat lain di Indonesia.
Hari ini adalah sebuah sejarah dalam perlindungan gambut Indonesia. Hari ini saya mendapat kesempatan luar biasa menyaksikan peristiwa penting tersebut di Sei Tohor. Bersama masyarakat setempat, saya menyaksikan Presiden Indonesia dengan tangannya sendiri menutup kanal sebagai sebuah simbol yang menandai langkah penting dalam perlindungan gambut Indonesia. Langkah Jokowi melalui blusukan asap di Riau ini memberi harapan besar bahwa masih ada kesempatan bagi kira untuk menyelamatkan ekosistem gambut kita yang tersisa 
Tidak dapat dibantah bahwa sangat erat kaitan antara peristiwa kebakaran hutan dengan kerusakan kawasan gambut. Kawasan gambut secara alamiah tidaklah mungkin terbakar karena ia terendam air dan basah sepanjang tahun. Namun melalui proses pengeringan yang dilakukan melalui kanal-kanal drainase dalam pembukaan kebun-kebun monokultur (kebun sawit dan kebun kayu), lahan gambut yang kaya bahan organik ini menjadi bahan bakar kebakaran yang mudah dimakan api. Pengeringan gambut jangka panjang akan mengakibatkan kerusakan yang tidak terpulihkan dan akan menyebabkan kekeringan dan penurunan tanah (tenggelam) dan membuat kawasan tersebut tidak lagi bernilai secara ekonomi lagi pada masa yang akan datang. Lahan atau hutan gambut adalah sebuah ekosistem yang sangat unik, namun sangat rapuh dan rentan dengan perubahan. Dampak kerusakan gambut juga menyebabkan terlepasnya gas-gas rumah kaca (GRK) yang selama ini terkunci di dalam kubah-kubah gambut tersebut yang akan dapat mempercepat perubahan iklim yang membahayakan planet kita ini.
Aksi yang dilakukan oleh Presiden hari ini bila ditindaklanjuti dengan langkah-langkah jangka panjang dapat melindungi hutan-hutan gambut yang tersisa sebelum terlambat. Beberapa langkah-langkah penting yang perlu dilakukan dapat antara lain:
Pertama, pemerintah perlu melindungi hutan dan lahan gambut dengan mendukung pembangunan ekonomi yang melindungi hutan dan lahan gambut Indonesia tersisa dan memastikan para pihak lebih bertanggung-jawab dan tidak merusak ekosistem gambut. Sebagai tahap awal pemerintah dapat memperpanjang dan memperkuat moratorium yang sedang berjalan termasuk dengan memasukkan seluruh hutan dan lahan gambut termasuk yang masuk dalam konsesi-konsesi perusahaan yang diberikan.
Kedua, pemerintah perlu segera melakukan investigasi seluruh penebangan ilegal dan kebakaran hutan di Sumatra dan Kalimantan. Perusahaan atau pihak yang menggunakan api dalam pembukaan lahan perlu mendapat hukum sesuai yang tegas. Keadaan ini diperburuk dengan pengelolaan lahan gambut yang tidak berkelanjutan, ketidak-jelasan tata ruang serta lemahnya penegakan hukum. Namun tidak cukup hanya di sini, pemerintah harus mendukung pelaksanaan pendekatan lanskap (lanscape approach) bagi konservasi hutan dan lahan gambut untuk mengatasi akar masalah kebakaran hutan dan lahan gambut.
Ketiga, sesungguhnya lahan gambut Indonesia bila salah urus adalah bencana iklim dan ekonomi bagi Indonesia, karena area ini akan tenggelam ketika dikeringkan, dan tidak dapat dimanfaatkan lagi secara ekonomi untuk selamanya. Pemerintah perlu meninjau kembali peraturan pemerintah (PP) gambut dan memastikan bahwa seluruh lahan gambut mendapat perlindungan penuh. Pemerintah harus meninjau kembali pengelolaan gambut dengan menerapkan Peta Tunggal (One Map) untuk mengidentifikasi lanskap-lanskap gambut untuk dilindungi dan juga memastikan strategi mitigasi dijalankan di kebun yang berada di kawasan gambut;
Kempat, pemerintah harus dapat mendorong perlindungan hutan dan lahan gambut di dalam konsesi yang ada dan di dalam lanskap gambut yang lebih luas. Beberapa perusahaan saat ini telah mengambil langkah dan tanggung jawab utuk menghentikan deforestasi dan pembukaan lahan gambut di dalam rantai produksi mereka. Namun komitmen dan upaya ini menghadapi kendala dari peraturan dan hukum yang ada. Salah satu contoh adalah peraturan yang membuat perusahaan kesulitan untuk mempertahankan kawasan hutan di dalam konsesi HGU mereka.
Dan yang menjadi inspirasi untuk saya dan kami semua adalah sikap Presiden Joko Widodo yang mendukung semua langkah-langkah tersebut diatas. Dalam pernyataannya Presiden Jokowi menyampaikan dengan tegas bahwa lahan gambut tidak bisa diremehkan, harus dilindungi karena merupakan ekosistem dan bukan hanya gambut dalam saja yang dilindungi, namun seluruh areal gambut. Dan Presiden Jokowi juga menjanjikan perpanjangan moratorium hutan.
Dengan langkah-langkah di atas serta komitmen yang diberikan Presiden Joko Widodo, kita tidak hanya akan sibuk menjadi pemadam kebakaran yang hanya mengobati gejala atau symptom, tetapi dapat mengatasi akar masalah penyebab kebakaran hutan dan membuat Indonesia bebas dari bencana asap.