. ETIKA DALAM BERMEDIA SOSIAL

ETIKA DALAM BERMEDIA SOSIAL

Revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mulai berlaku Senin (28/11/2016). Undang-Undang ini merupakan sebuah regulasi yang positif karena menerapkan etika sosial yang ada di masyarakat pada dunia digital. Di dalam UU ITE yang telah direvisi dijelaskan bahwa masyarakat dilarang membuat dan menyebarkan informasi bersifat tuduhan, fitnah, maupun SARA yang mengundang kebencian. 


Pemberlakuan regulasi ini sebuah potret implementasi norma yang ada di dunia nyata diberlakukan di dunia digital atau media sosial agar pengguna media sosial punya koridor yang tidak boleh dilanggar karena punya konsekuensi hukum.


Hasil revisi UU ITE ini ada sebagian merupakan produk kajian yang dibuat oleh Asosiasi Pengusaha Digital Indonesia, yakni tentang filterisasi konten netizen tidak mengunggah . sesuatu yang bersifat kebencian di media sosial. Jadi pengguna jangan terus tebar kebencian sebab jika perbuatan ini membudaya dapat menyebabkan disintegrasi bangsa. Semoga konflik di media sosial akan terminimalisir dan hilang. 


Meutya Hafid
Wakil Ketua Komisi I DPR RI Meutya Viada Hafid mengingatkan bahwa pelanggaran di dunia maya bisa dikenai sanksi yang tak ringan. "Media sosial hanyalah medium komunikasi. Pelanggaran-pelanggaran yang berlaku di dunia nyata ya berlaku juga di media sosial, bahkan dalam beberapa hal, sanksi pelanggaran di media sosial dapat lebih besar (dibanding dunia nyata-red)," kata Meutya. 


Dia menyerukan agar dalam penegakan hukum, pelaku pelanggaran di media sosial yang menggunakan akun tanpa nama atau anonim juga dikejar. "Akun-akun yang anonim juga dapat dilacak, tanpa terkecuali," kata dia.


Mabes Polri menegaskan berlakunya revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) harus ditaati. Masyarakat harus menyaring informasi yang beredar dan tidak sembarang meneruskannya. 


"Dalam revisi ini, kami mengimbau masyarakat luas untuk memahami kegiatan yang ada. Ketika mendapat satu posting, berpikir dulu sebelum meneruskan. Think before click," ujar Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Martinus Sitompul kepada wartawan di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (28/11/2016).


Masyarakat terutama para pengguna media sosial harus mencerna informasi yang diterima. Informasi palsu (hoax) harus diwaspadai agar tidak disebarluaskan. Jangan sampai kita jadi pelaku atau korban dari postingan yang berbahaya. Kami akan memproses hukum terkait kegiatan seperti ini," sambungnya. 


Menurut Martinus, ada sejumlah poin penting dalam UU ITE perubahan. Di antaranya soal delik aduan, termasuk soal penggeledahan yang harus berdasarkan KUHAP.  "Tidak bisa lagi bagi mereka yang korban diwakilkan orang lain. Ini harus obyeknya yang melaporkan," terangnya. 


Sebelumnya, Wakapolri Komjen Syafruddin mengingatkan para pengguna medsos agar berhati-hati dalam menyebar informasi. Syafruddin menyebut tidak ada masalah soal diturunkannya ancaman pidana pada Pasal 27 hasil revisi yang menjadi ancaman pidana maksimal 4 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp 750 juta. "Jangan memposting masalah kalau ada yang negatif, harus hati-hatilah. Harus akurat betul," ujar Syafruddin kepada wartawan.

Sumber: Detik

Tidak ada komentar:

.

.
.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...