Kebakaran hutan merupakan salah satu
bentuk gangguan yang makin sering terjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh
kebakaran hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya
keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan
iklim mikro maupun global, dan asapnya mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu
transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara. Kebakaran hutan membawa dampak yang
besar pada keanekaragaman hayati.
Hutan merupakan sumberdaya alam yang
tidak ternilai karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai
sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air,
pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk
kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan sebagainya.
Ilustrasi Keragaman Hayati Indonesia |
Hutan yang terbakar berat akan sulit dipulihkan,
karena struktur tanahnya mengalami kerusakan. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan
lahan terbuka, sehingga mudah tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir.
Karena itu setelah hutan terbakar, sering muncul bencana banjir pada musim
hujan di berbagai daerah yang hutannya terbakarda kerugian akibat banjir
tersebut juga sulit diperhitungkan.
Hutan alam mungkin memerlukan
ratusan tahun untuk berkembang menjadi sistem yang rumit yang mengandung banyak
spesies yang saling tergantung satu sama lain. Pada tegakan dengan pohon-pohon
yang ditanam murni, lapisan permukaan tanah dan tumbuhan bawahnya diupayakan
relatif bersih.
Pohon-pohon muda akan mendukung
sebagian kecil spesies asli yang telah ada sebelumnya. Pohon-pohon hutan hujan
tropis perlu waktu bertahun-tahun untuk dapat dipanen dan tidak dapat
digantikan dengan cepat; demikian juga komunitasnya yang kompleks juga juga
tidak mudah digantikan bila rusak.
Luas hutan hujan tropika di dunia
hanya meliputi 7 % dari luas permukaan bumi, tetapi mengandung lebih dari 50 %
total jenis yang ada di seluruh dunia. Kenyataan ini menunjukkan bahwa hutan
hujan tropika merupakan salah satu pusat keaneka ragaman hayati terpenting di
dunia. Laju kerusakan hutan hujan tropika yang relatif cepat telah menyebabkan
tipe hutan ini menjadi pusat perhatian dunia internasional.
Meskipun luas Indonesia hanya 1.3 %
dari luas bumi, tetapi memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, meliputi :
10 % dari total jenis tumbuhan berbunga, 12 % dari total jenis mamalia, 16 %
dari total jenis reptilia, 17 % dari total jenis burung dan 25 % dari total
jenis ikan di seluruh dunia. Hal ini menyebabkan Indonesia menjadi pusat
perhatian dunia internasional dalam hal keanekaragaman hayatinya.
Berdasarkan hasil penafsiran citra
satelit Landsat 7 ETM+ tahun 2002/2003, total daratan yang ditafsir adalah
sebesar 187,91 juta ha kondisi penutupan lahan, baik di dalam maupun di luar
kawasan, adalah : Hutan 93,92 juta ha (50 %), Non hutan 83,26 juta ha (44 %),
dan Tidak ada data 10,73 juta ha (6 %). Khusus di dalam kawasan hutan yaitu
seluas 133,57 juta ha, kondisi penutupan lahannya adalah sebagai berikut :
Hutan 85,96 juta ha (64 %), Non hutan 39,09 juta ha (29 %) dan Tidak ada data
8,52 juta ha (7 %). (BAPLAN, 2005).
Kebakaran hutan Indonesia pada tahun
1997/98 saja telah menghanguskan seluas 11,7 juta hektar. Kebakaran terluas
terjadi di Kalimantan dengan total lahan terbakar 8,13 juta hektar, disusul
Sumatera, Papua Barat, Sulawesi dan Jawa masing-masing 2,07 juta hektar, 1 juta
hektar, 400 ribu hektar dan 100 ribu hektar (Tacconi, 2003). Kebakaran hutan
setiap tahunnya telah memberikan dampak negatif bagi keaneka ragaman hayati.
Berbagai jenis kayu kini telah
menjadi langka. Kayu eboni (Dyospyros ebenum dan D. celebica), kayu ulin
(Eusyderoxylon zwageri), ramin (Gonystylus bancanus), dan beberapa jenis
meranti (Shorea spp.) adalah contoh dari beberapa jenis kayu yang sudah sulit
ditemukan di alam. Selain itu, puluhan jenis kayu kurang dikenal (lesser-known
species) saat ini mungkin telah menjadi langka atau punah sebelum diketahui
secara pasti nilai/manfaat dan sifat-sifatnya.
Setiap species mempunyai kecepatan
tumbuh yang berbeda-beda, ada yang tergolong fast growing spesies terutama
untuk jenis-jenis pioner, tetapi ada yang termasuk dalam slow growing spesies.
Untuk keberlanjutan pemanenan jangka panjang jenis pohon yang lambat
pertumbuhannya seperti Shorea ovalis, S. seminis, S. leavis, Vatica sp.,
Koompassia sp. dan Eusideroxylon zwageri, maka diperlukan kegiatan konservasi
keanekaragaman hayati.
Hal ini perlu dilakukan agar tidak
terjadi kepunahan dalam jenis tertentu akibat kebakaran ataupun pembakaran
hutan. Jenis-jenis pohon dari suku Dipterocarpaceae merupakan bagian akhir dari
suksesi hutan, karena hanya tumbuh di hutan-hutan yang sudah memiliki kanopi
yang rapat. Jenis-jenisnya tersebar luas sekali, tumbuh di hutan-hutan dari
dataran rendah sampai kaki pegunungan di seluruh Asia Tenggara dan sub-benua
India. Tumbuhan dipterocarpaceae merupakan sekelompok tumbuhan pantropis yang anggota-anggotanya banyak dimanfaatkan dalam bidang perkayuan. Suku ini praktis semuanya berupa pohon, yang biasanya sangat besar, dengan ketinggian dapat mencapai 70-85m jadi merupakan bagian dari kayu keras yang paling berharga di dunia.
Selama beberapa dekade, hutan-hutan Dipterocarpaceae di Indonesia sering mengalami kebakaran baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja yang berdampak langsung dengan hilangnya sejumlah spesies flora dan fauna tertentu.
Kehilangan
keanekaragaman hayati secara umum juga berarti bahwa spesies yang memiliki
potensi ekonomi dan sosial mungkin hilang sebelum mereka ditemukan. Sumberdaya
obat-obatan dan bahan kimia yang bermanfaat yang dikandung oleh spesies liar
mungkin hilang untuk selamanya. Kekayaan spesies yang terdapat pada hutan hujan
tropis mungkin mengandung bahan kimia dan obat-obatan yang berguna.
Sampai saat ini analisis dampak
kebakaran hutan masih dalam tahap pengembangan awal, pengetahuan tentang ekosistem
yang rumit belum berkembang dengan baik dan informasi berupa ambang kritis
perubahan ekologis berkaitan dengan kebakaran sangat terbatas, sehingga dampak
kebakaran hutan terhadap keanekaragaman hayati secara real sulit diperhitungkan
secara tepat.
Meskipun demikian dapat disimpulkan bahwa
kebakaran hutan menimbulkan dampak yang cukup besar bagi lingkungan hidup
terutama bagi keanekaragaman hayati, bahkan dampak tersebut dapat sampai ke
generasi lingkungan hidup selanjutnya.
Untuk keperluan itu kita harus siap
siaga dalam menjaga hutan untuk mengurangi dampak yang terjadi dari kebakaran hutan,
sehingga kerugian terhadap kerusakan alam dapat di minimalisasi.
Hilangkan kebiasaan-kebiasaan buruk
tentang kelalaian kita terhadap penggunaan api di dalam hutan untuk membuka
lahan yang tidak kekontrol dan lainya yang bisa menyebabkan kebakaran hutan.
Daftar Pustaka:
1.
Arief, A. 1994, Hutan Hakekat dan
Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia Jakarta.
2.
Armanto, E. dan Wildayana, E. 1998.
Analisis Permasalahan Kebakaran Hutan Dan Lahan Dalam Pembangunan Pertanian
Dalam Arti Luas. Jurnal Lingkungan dan Pembangunan Volume 18 No. 4 Tahun 1998.
Jakarta.
3.
Danny, W., 2001. Interaksi Ekologi
dan Sosial Ekonomi Dengan Kebakaran di Hutan Propinsi Kalimantan Timur,
Indonesia. Paper Presentasi pada Pusdiklat Kehutanan. Bogor. 33 hal.
4.
Direktotar Jenderal Perlindungan
Hutan dan Konservasi Alam. 2003. Kebakaran Hutan Menurut Fungsi Hutan, Lima
Tahun Terakhir. Direktotar Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Jakarta.
5.
Fakultas Pertanian Universitas
Lambung Mangkurat. 1995. Survei dan Pemetaan Tanah Semi Detail Daerah Samarinda
Propinsi Kal-Tim untuk Evaluasi Kerusakan dan Dampak Kebakaran Hutan Dari Api
Bawah Tanah Terhadap Lingkungan.Banjarmasin.
1 komentar:
Setuju gan, oleh karena itu, mari nanam pohon. Sekarang semakin menarik karena ada program penanaman pohon yang sekaligus memberikan keuntungan ekonomi bagi yang menanam dan mengkampanyekannya.
Cari tahu caranya di : http://www.greenwarriorindonesia.com
Posting Komentar