Menteri Kelautan dan Perikanan mengingatkan bahwa kapal-kapal asing masih menangkap sumber daya ikan di sejumlah kawasan perairan Indoensia seperti di perairan sekitar Maluku, Sumatera, dan Samudera Hindia. Ia mengemukakan bahwa fakta tersebut membuatnya sedih dan mengajak para pengusaha Indonesia untuk bisa lebih mandiri.
Pada hari ini (3/10/14) Susi Pudjiastuti Menteri Kelautan dan Perikanan mengeluarkan kebijakan moratorium bagi kapal ikan besar berkapasitas 30 gross ton yang beroperasi di perairan Indonesia. Langkah itu diambil karena kapal-kapal besar tersebut telah merugikan negara. "Senin ini keputusan menteri terkait moratorium kapal keluar, sambil saya bertemu Presiden Joko Widodo di Jakarta," ujar Susi di kediamannya di Pangandaran, Jawa Barat, kemarin.
Pada hari ini (3/10/14) Susi Pudjiastuti Menteri Kelautan dan Perikanan mengeluarkan kebijakan moratorium bagi kapal ikan besar berkapasitas 30 gross ton yang beroperasi di perairan Indonesia. Langkah itu diambil karena kapal-kapal besar tersebut telah merugikan negara. "Senin ini keputusan menteri terkait moratorium kapal keluar, sambil saya bertemu Presiden Joko Widodo di Jakarta," ujar Susi di kediamannya di Pangandaran, Jawa Barat, kemarin.
Berdasarkan data di
Kementarian Kelautan dan Perikanan (KKP), jumlah kapal ikan besar itu
5.200 buah. Kapal-kapal berbendera merah putih itu mencuri ikan antara
lain di sekitar perairan Maluku dan Natuna. Akibat praktik ilegal itu,
negara merugi hingga sekitar Rp101 triliun setahun.
Susi mengajak para pengusaha Indonesia untuk bisa lebih mandiri. "Anda ingin, toh, berdiri di laut sendiri, mengapa orang lain yang memanfaatkan (kekayaan sumber daya perairan Indonesia)," katanya. Selain menghentikan izin kapal itu, Susi juga berencana mengalihkan subsidi BBM senilai Rp11 triliun untuk masyarakat pesisir nelayan.
"Ini untuk menghidupi masyarakat nelayan supaya mampu bekerja keras sehingga bisa mengekspor ikan ke luar negeri." Pada kesempatan terpisah, Dirjen Perikanan Tangkap KKP Gellwyn Yusuf menjelaskan rencana moratorium itu untuk memperoleh kejelasan hasil operasional kapal-kapal tersebut.
"Kami ingin meninjau kembali izin kapal besar yang menangkap ikan di Indonesia.Dalam hal ini kejelasan pemiliknya, asalnya dari mana, operasinya selama ini bermanfaat atau tidak, misalnya dengan membangun industri perikanan yang menyerap tenaga kerja," jelas Gellwyn.Lumbung pangan Kebijakan moratorium itu diapresiasi Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI).
"Keputusan untuk membuka data perizinan kapal ikan adalah terobosan besar yang patut diapresiasi," kata Ketua Dewan Pembina KNTI Riza Damanik saat dihubungi, kemarin. Riza menyatakan, setelah Presiden Joko Widodo membentuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, tugas KKP dapat lebih fokus memperkuat lumbung pangan perikanan, menyejahteraan nelayan dan petambak, serta memulihkan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil.
"Mulailah dengan memeriksa kapal ikan eks asing karena meski dapat izin dari KKP, di antara kapal tersebut masih menggunakan ABK asing dan mendaratkan ikannya di luar negeri," ujarnya. Selain itu, sarannya, kesesuaian bobot kapal dengan izin yang dipegang pengusaha perlu diperhatikan karena diduga ada praktik underreported, tidak hanya bobotnya, tapi juga terkait jumlah ikan yang dilaporkan, termasuk kebocoran BBM bersubsidi.
Susi mengajak para pengusaha Indonesia untuk bisa lebih mandiri. "Anda ingin, toh, berdiri di laut sendiri, mengapa orang lain yang memanfaatkan (kekayaan sumber daya perairan Indonesia)," katanya. Selain menghentikan izin kapal itu, Susi juga berencana mengalihkan subsidi BBM senilai Rp11 triliun untuk masyarakat pesisir nelayan.
"Ini untuk menghidupi masyarakat nelayan supaya mampu bekerja keras sehingga bisa mengekspor ikan ke luar negeri." Pada kesempatan terpisah, Dirjen Perikanan Tangkap KKP Gellwyn Yusuf menjelaskan rencana moratorium itu untuk memperoleh kejelasan hasil operasional kapal-kapal tersebut.
"Kami ingin meninjau kembali izin kapal besar yang menangkap ikan di Indonesia.Dalam hal ini kejelasan pemiliknya, asalnya dari mana, operasinya selama ini bermanfaat atau tidak, misalnya dengan membangun industri perikanan yang menyerap tenaga kerja," jelas Gellwyn.Lumbung pangan Kebijakan moratorium itu diapresiasi Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI).
"Keputusan untuk membuka data perizinan kapal ikan adalah terobosan besar yang patut diapresiasi," kata Ketua Dewan Pembina KNTI Riza Damanik saat dihubungi, kemarin. Riza menyatakan, setelah Presiden Joko Widodo membentuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, tugas KKP dapat lebih fokus memperkuat lumbung pangan perikanan, menyejahteraan nelayan dan petambak, serta memulihkan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil.
"Mulailah dengan memeriksa kapal ikan eks asing karena meski dapat izin dari KKP, di antara kapal tersebut masih menggunakan ABK asing dan mendaratkan ikannya di luar negeri," ujarnya. Selain itu, sarannya, kesesuaian bobot kapal dengan izin yang dipegang pengusaha perlu diperhatikan karena diduga ada praktik underreported, tidak hanya bobotnya, tapi juga terkait jumlah ikan yang dilaporkan, termasuk kebocoran BBM bersubsidi.
Hal terakhir yang menjadi perhatian
ialah jumlah izin dengan realisasi pembangunan unit pengolahan ikan.
Dari situ akan diketahui perusahaan yang tidak menjalankan hilirisasi
produk perikanan sesuai prasyarat perizinan. Apresiasi juga dilontarkan
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara). "Moratorium sangat baik
jika diarahkan untuk menata kembali perizinan kapal penangkap ikan,"
kata Sekjen Kiara Abdul Halim.
Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menegaskan, kebijakan
moratorium izin penangkapan ikan untuk kapal besar mesti diikuti
dengan pemberantasan tindakan pencurian ikan di kawasan perairan
Indonesia. Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan melakukan moratorium
harus diikuti dengan pemberantasan pencurian ikan.
Menurut Riza, hal tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan
sejumlah langkah strategi operasional, antara lain dengan memeriksa
perizinan kapal ikan eks asing.
Ia mengingatkan, meski telah mendapat izin dari Kementerian Kelautan
dan Perikanan, di antara kapal eks asing tersebut ada yang berpotensi
masih menggunakan awak buah kapal (ABK) berkewarganegaraan asing dan
mendaratkan ikannya di pelabuhan luar negeri.
Selain itu, ujarnya, langkah strategi operasional lainnya adalah
mengecek kesusuaian bobot kapal dengan izin yang dipegang oleh pengusaha
pemilik kapal ikan.
"Dari sini akan diketahui proyek 'under-reported', baik bobot, jumlah
ikan yang dilaporkan, maupun kebocoran BBM bersubsidi," katanya.
Ketua Dewan Pembina KNTI juga mendesak KKP memantau jumlah izin
realisasi dengan pembangunan unit pengolahan ikan (UPI) untuk
mengetahui sederet perusahaan yang tidak menjalankan hilirisasi produk
perikanan sesuai dengan syarat perizinan.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti
mengatakan bakal memberlakukan moratorium atau memberhentikan
pemberian izin penangkapan ikan untuk kapal-kapal berukuran besar pada
tahun 2014.
"Saya ingin moratorium izin kapal-kapal besar sampai akhir 2014,"
kata Susi Pudjiastuti saat beraudiensi dengan para pengusaha di Menara
Kadin, Jakarta, Kamis (30/10).
Susi mengutarakan bahwa bila kebijakan tersebut dinilai menghambat
aktivitas usaha, dirinya meminta maaf. Akan tetapi, itu merupakan
kebijakan yang dibutuhkan.
Menteri Kelautan dan Perikanan mengingatkan bahwa kapal-kapal asing
masih menangkap sumber daya ikan di sejumlah kawasan perairan
Indonesia, seperti di perairan sekitar Maluku, Sumatera, dan Samudera
Hindia.
Ia mengemukakan, fakta tersebut membuatnya sedih dan mengajak para
pengusaha Indonesia untuk bisa lebih mandiri. "Anda ingin, toh, berdiri
di laut sendiri, mengapa orang lain yang memanfaatkan (kekayaan
sumber daya perairan Indonesia)," katanya.
Susi Pudjiastuti akan "membabat habis" para penyelundup yang mencuri
sumber daya perikanan di kawasan perairan Indonesia. Menurut Susi,
tekad untuk mengatasi pencurian ikan itu, antara lain
karena hal tersebut termasuk merugikan negara karena mengurangi
pendapatan negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar