Masalah banjir kota besar dihadapi hampir seluruh negara di dunia. Padahal,
lahan yang terdapat di kawasan rawan banjir mempunyai peran penting secara
ekonomi serta mempunyai fasilitas kemudahan sehingga tetap memiliki daya tarik
yang tinggi untuk tinggal di kota tersebut seperti Jakarta.
Areal banjir dapat menimbulkan kerugian bagi manusia berupa genangan
banjir yang menyebabkan terganggunya aktifitas kota serta ancaman kesehatan
warga bahkan mampu melumpuhkan seluruh aspek perkotaan. Bila tidak diantisipasi,
kerugian bencana yang terjadi kemungkinan akan semakin meningkat dari waktu ke
waktu.
Sejumlah kota di dunia sudah banyak yang mengalami permasalahan banjir
seperti Jakarta saat ini. Kota-kota besar dunia dengan berbagai cara berbeda berhasil
mengatasi banjir tentu patut dicontoh dan dipelajari sebagai berikut:
Brasil adalah negara dengan populasi perkotaan terbesar no.4 di dunia
setelah China, India, dan AS. Penduduk Brasil tumbuh 1,8% setiap tahun antara
tahun 2005 dan 2010. Namun di kota Curitiba, ibu kota negara bagian Parana,
Brasil, tantangan ini berhasil diatasi dalam beberapa dekade terakhir dengan
menggunakan sistem yang inovatif sehingga Curitiba menjadi inspirasi kota-kota
lain di negara itu bahkan di dunia.
Curitiba memakai pola pembangunan 'radial segaris-bercabang' (radial
linear-branching pattern) yang melalui kombinasi pengaturan zona lahan dan
infrastruktur transportasi publik berupaya mengalihkan lalu lintas dari pusat
kota dan membangun perumahan, pusat layananan dan industri dalam lokasi sumbu
radial.
Curitiba berhasil mengatasi masalah banjir dengan mengubah area yang rawan
menjadi taman dan menciptakan danau buatan untuk menampung banjir.
Biaya yang dibutuhkan untuk strategi ini -termasuk untuk merelokasi wilayah
pemukiman kumuh- diperkirakan lima kali lebih rendah dibanding ketika kota
harus membangun saluran kanal banjir. Efek positif lain yang patut
diperhitungkan; nilai properti dan penerimaan pajak di wilayah ini juga terus
naik.
Curitiba adalah contoh sebuah kota yang dengan perencanaannya yang cerdas berhasil
menghindari kerugian sosial, ekonomi dan lingkungan akibat pertumbuhan ekonomi,
sekaligus berhasil meningkatkan efisiensi, produktivitas dan kualitas hidup
penduduknya.
2. Tokyo (Jepang)
Bagaimana cara Tokyo atasi banjir? Kehidupan Tokyo ditopang dari bawah
tanah. Saking banyaknya terowongan bawah tanah yang terintegrasi membuat
kehidupan bawah tanah Tokyo sangat kompleks. Terdapat drainase kota, pengendali
banjir, subway, underground highway, pipa air minum dan gas, dan lain-lain.
Semuanya saling terintegrasi dengan perencanaan yang luar biasa matang.
Terowongan Deep Tunnel Tokyo utamanya didesain dan dibuat untuk mengatasi
banjir, terutama pada musim hujan dan musim badai topan.
(Jepang adalah Negara subtropik kepulauan dengan bahaya badai topan)
Musim hujan di Jepang jatuh pada bulan Juni, dalam masa pancaroba sebelum
musim panas, terkadang hujan turun 4-5 hari tanpa henti, mencurahkan jutaan
gallon air yang harus sanggup ditampung oleh Deep Tunnel tersebut. Apalagi
kalau dilanda badai topan, jumlah air dalam 1 hari sama dengan curah hujan 2
bulan.
Proses desain dan pembuatan Tokyo Deep Tunnel membutuhkan waktu 19 tahun
dan menyedot banyak kas uang APBD Tokyo. Bayangkan 19 Tahun, dan itu
dilaksanakan dengan penuh komitmen.
Awal pengerjaan dimulai dengan desain yang melibatkan banyak pakar, dari
tata kota, geologis, ekonomi, sosial, dari berbagai elemen. Mulai dari struktur
tanah, harus tahan gempa, kekuatan menahan derasnya jutaan galon air, efek
pendanaan terhadap perekonomian, efek sosial yang terjadi, dan seterusnya.
Perencanaan yang matang dengan eksekusi yang penuh tanggung jawab membuat
proyek 19 tahun ini sukses.
3. Kuala Lumpur (Malaysia)
Pembangunan yang pesat di Kuala Lumpur dan menurunnya kapasitas sungai
yaitu Sungai Klang untuk menyerap air, kota besar seperti Kuala Lumpur,
Malaysia, tak terlepas juga dari masalah banjir.
Kuala Lumpur’s Stormwater Management and Road Tunnel (Smart) |
Untuk mengatasi banjir tersebut, maka Kuala Lumpur membuat proyek
pengendalian banjir yang disebut Stormwater Management and Road Tunnel (SMART).
Proyek ini dibiayai oleh Kerajaan Malaysia dan pengerjaan sepenuhnya
dilaksanakan oleh pihak swasta.
Proyek ini melibatkan berbagai instansi di Malaysia seperti Jabatan
Pengairan dan Saliran Malaysia, serta Lembaga Lebuhraya Malaysia. Tujuan proyek
ini bukan hanya untuk pengendalian banjir di Kuala Lumpur, tapi juga mengatasi
kemacetan di pintu masuk Kuala Lumpur dari arah selatan Sungai Besi.
Lingkup proyek SMART ini mencakup pembuatan terowongan (bypass tunnel)
sepanjang kira-kira 9,7 km, pembuatan kolam-kolam penampung air, pembuatan twin
box culvert outlet structure dan lain sebagainya. Dari kajian yang dilakukan,
kolam-kolam penampung dan terowongan ini akan mampu menampung air banjir
sebanyak 3 juta meter kubik.
4. Rotterdam (Belanda)
Selama ribuan tahun -tanah Belanda yang sebagian besar lebih rendah dari
permukaan laut- membuat bangsa Belanda selalu mencari cara untuk mengatasi
banjir dari laut utara yang ganas yang sewaktu-waktu dapat memporakporandakan
negeri itu.
Pembangunan benteng-benteng pertahanan dari banjir, adalah dengan membuat
bendungan-bendungan dan tanggul-tanggul dengan sistem buka tutup yang kompleks.
Satu hal memicu penemuan hal lainnya, setelah ditemukannya pompa sistem
hidrolik dengan menggunakan kincir angin untuk mengeringkan air laut.
Sebagai kota dengan memiliki pelabuhan terbesar di Belanda, Kota Rotterdam
mampu menangani banjir yang selama ini menggenangi kawasan industri dan pusat
kota, telah mengubahnya menjadi kota yang indah.
Penerapan teknologi guna mengatasi problem banjir di Rotterdam, menggunakan
sistim buka tutup pintu bendungan yang bergerak otomatis di saat air laut
pasang maupun surut.
Selain berhasil menekan kemacetan dengan pengembangan kereta bawah tanah,
Bangkok, Ibu kota Thailand, juga telah lama berhasil mengendalikan banjir.
Bangkok telah berpengalaman puluhan tahun dalam menghadapi banjir yang menimpa
daerahnya. Warganya tidak lagi perlu takut akan akan adanya banjir parah,
karena ibu kota Thailand ini mempunyai sistem yang disebut Pipi Monyet.
Pipi monyet adalah sistem penampungan yang terdiri dari 21 wadah
penampungan air hujan. Penampungan ini dapat menampung air hujan yang berlebih
hingga 30 juta kubik. Lalu pada musim panas, air ini dapat digunakan untuk
keperluan konsumsi warga Bangkok, termasuk di antaranya air minum dan air
keran.
Nama ini terinspirasi dari monyet yang biasanya makan berlebih. Kelebihan
makanan ini disimpan di pipinya, sehingga pipinya menggembung. Ketika nanti dia
merasa lapar, dia akan memakan makanan di pipinya tersebut.
Sebenarnya Bangkok yang terletak satu meter di bawah permukaan laut rawan
terkena banjir. Ditambah lagi jika terjadi hujan lebat, gelombang tinggi dari
Sungai Chao Praya akan meluap hingga ke pusat kota.
Bangkok juga memiliki tanggul sepanjang 72 kilometer dan saluran air
sepanjang 75 kilometer untuk mengalirkan air yang meluap dari sungai Chao
Phraya. Sistem pengendalian banjir ini mulai dikembangkan oleh Bangkok setelah
kota ini didera banjir parah 27 tahun lalu. Kala itu Bangkok tenggelam selama
hampir tiga bulan.
Lihat.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar