. KONSEP PENDIDIKAN TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

KONSEP PENDIDIKAN TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA



Kita biasa belajar dari fenomena perubahan alam terhadap situasi tertentu yang memicu akal budi manusia untuk mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya. 

Ini bukan hanya merupakan ciri suatu bangsa saja, tapi juga merupakan warisan peradaban asal-usul bangsa. Melalui pewarisan kebudayaan pendidikan hadir dalam bentuksosialisasi kebudayaan dan beradaptasi dengan kebudayaan setempat dan memelihara hubungan timbal balik dalamproses perubahan tatanan sosiokultural masyarakat dalam kemajuan peradaban. Disini kebudayaan dapat disimpulkan sebagai hasil pembelajaran manusia dengan alam.

Pendidikan merupakan aspek yang sangat strategis di dalam menyiapkan suatu tata kehidupan manusia yang baru. Demikianlah kita melihat bagaimana peranan pendidikan di dalam menata suatu masyarakat baru. Masyarakat baru yang berdasarkan paradigma baru, akan dapat dipersiapkan melalui proses pendidikan. Tidak berlebihan kiranya apabila pendidikan dewasa ini, seluruh dunia dianggap sebagai pondasi dari membangun masyarakat dunia baru.

Pendidikan dan kebudayaan memiliki hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya berkenaan dengansuatu hal yang sama yaitu nilai-nilai. Dalam konteks kebudayaan pendidikan memainkan peranan dalam agenpengajaran nilai-nilai budaya.Pendidikan yang berlangsung adalah suatu proses pembentukan kualitas manusia sesuai dengan kodrat budaya yang dimiliki.

Nilai-nilai kebudayaan bukanlah hanya sekedar dipindahkan dari satu bejana ke bejana yang lain yaitu kegenerasi mudanya,tetapi dalam proses interaksi antara pribadi dengan kebudayaan betapa pribadi merupakanindividu yang kreatif bukan pasif. Dalam proses kebudayaan terdapat pengertian seperti invensi dan penemuan, difusi kebudayaan, inovasi, akulturasi, focus, krisis, dan prediksi masa depan.


Penemuan atau Invensi
Penemuan atau invensi merupakan proses terpenting dalam pertumbuhan dan kebudayaan. Hal itu mengingat tanpa penemuan-penemuan yang baru dan tanpa invensi suatu budaya akan mati. Suatu penemuan berarti menemukan sesuatu yang sebelumnya belum dikenal tetapi telah tersedia di alam sekitar atau di alam semesta ini.

Misalnya di dalam sejarah perkembangan umat manusia terjadi penemuan-penemuan dunia baru sehingga pemukiman manusia menjadi lebih luas dan berarti pula semakin luasnya penyebaran kebudayaan. Selain itu, di dalam penemuan dunia baru akan terjadi difusi atau proses lainnya mengenai pertemuan kebudayaan-kebudayaan tersebut. Istilah invensi lebih terkenal di dalam bidang ilmu pengetahuan.

Dengan invensi maka umat manusia dapat menemukan hal-hal yang dapat mengubah kebudayaan. Dengan penemuan-penemuan melalui ilmu pengetahuan maka lahirlah kebudayaan industri yang telah menyumbang suatu revolusi kebudayaan terutama di negara-negara barat.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat telah membuka horizon baru di dalam kehidupan umat manusia. Ilmu pengetahuan berkembang begitu cepat secara eksponensial sehingga apa yang ditemukan hari ini mungkin besok telah usang. Misalnya revolusi komputer yang dapat berkembang setiap saat dan bagaimana peranan komputer di dalam kehidupan manusia modern. Kita hidup di abad digital yang serba cepat dan serba terukur. Semua hal ini merupakan suatu revolusi di dalam kehidupan dan kebudayaan manusia.

Melalui invensi manusia menemukan berbagai jenis obat-obatan yang mempengaruhi kesehatan dan umurmanusia. Akan tetapi juga melalui kemajuan ilmu pengetahuan manusia menemukan alat-alat pemusnah massal yang dapat menghancurkan kebudayaan global. Sudah tentu penemuan-penemuan baru dan invensi-invensi melalui ilmu pengetahuan akan semakin intens karena interaksi dengan bermacam-macam budaya akan bermacam-macam manusia yang dimiliki oleh seluruh umat manusia.

Dengan demikian, penemuan-penemuan dan invensi baru tidak lagi merupakan monopoli dari suatu bangsa atau suatu kebudayaan tetapi lebih menjadi milik dunia. Kebudayan dunia perlu diarahkan dengan nilai-nilai moral yang telah terpelihara di dalam kebudayaan umat manusia karena kalau tidak dapat saja manusia itu menuju kepada kehancurannya sendiri dengan alat-alat pemusnah massal yang diciptakannya.

Difusi Kebudayaan
Difusi kebudayaan berarti pembauran dan atau penyebaran budaya-budaya tertentu antara masyarakat yang lebih maju kepada masyarakat yang lebih tradisional. Pada dasarnya setiap masyarakat setiap jaman selalu mengalami difusi. Hanya saja proses difusi pada jaman yang lalu lebih bersifat perlahan-lahan. Namun hal itu berbeda dengan sekarang dimana abad komunikasi mampu menyajikan beragam informasi yang serba cepat dan intens, maka difusi kebudayaan akan berjalan dengan sangat cepat.

Didalam masyarakat sederhana sekalipun proses difusi kebudayaan dari barat tetap menyebar. Hal itu dapat dibuktikan melalui pengamatan Margaret Mead dalam Tilaar (1999) yang meneliti masyarakat di kepulauan pasifik. Beberapa waktu setelah pengamatan Mead terhadap masyarakat tersebut telah terjadi perubahan masyarakat yang cukup berarti. Apa yang ditemukan oleh Margaret Mead dari suatu masyarakat yang tertutup dan statis ketika beliau kembali telah menemukan suatu masyarakat yang terbuka yang telah mengadopsi usnur-unsur budaya Barat.

Misalnya apa yang terjadi di negara kita, bagaimana pengaruh Kebangkitan Nasional terhadap kehidupan suku-suku bangsa kita. Sumpah Pemuda pada tahun 1928 telah melahirkan bahasa Indonesia sebagai bahasa kesatuan dan/atau bahasa nasional yang notabene berasal dari bahasa Melayu yang hidup di pesisir Sumatera. Pengaruh bahasa Indonesia terhadap kebudayaan di Nusantara sangat besar sampai-sampai banyak anak-anak sekarang terutama di kota-kota besar yang tidak lagi mengenal bahasa lokalnya, bahasa daerah atau bahasa ibu.

Kita memerlukan suatu kebijakan pendidikan untuk memelihara bahasa ibu dari anak-anak kita. Sebagai contoh nyata dari kepedulian dan agar bahasa ibu tidak punah, maka beberapa pemerintah kota dan dinas pendidikan memasukkan kurikulum yang berupa muatan local dalam mata pelajaran bahasa daerah sehingga anak-anak dan generagi mendatang tetap bisa mengenal dan menjaga bahasa ibu sehingga tidak punah dari masuknya bahasa asing yang sekarang semakin tidak bisa dibendung.

Inovasi Budaya 
Inovasi mengandalkan adanya pribadi yang kreatif. Dalam setiap kebudayaan terdapat pribadi-pribadi yang inovatif. Dalam masyarakat yang sederhana yang relatif masih tertutup dari pengaruh kebudayaan luar, inovasi berjalan dengan lambat. Dalam masyarakat yang terbuka kemungkinan untuk inovasi menjadi terbuka karena didorong oleh kondisi budaya yang memungkinkan.

Oleh sebab itu, di dalam masyarakat modern pribadi yang inovatif merupakan syarat mutlak bagi perkembangan kebudayaan. Inovasi merupakan dasar dari lahirnya suatu masyarakat dan budaya modern di dalam dunia yang terbuka dewasa ini.

Inovasi kebudayaan di dalam bidang teknologi dewasa ini begitu cepat dan begitu tersebar luas sehingga merupakan motor dari lahirnya suatu masyarakat dunia yang bersatu. Di dalam kebudayaan modern pada abad teknologi dan informasi dalam millennium ketiga, kemampuan untuk inovasi merupakan ciri dari manusia yang dapat survive dan dapat bersaing. Persaingan di dalam dunia modern merupakan suatu tuntutan kebutuhan oleh karena kita tidak mengenal lagi batas-batas negara.

Perdagangan bebas, dunia yang terbuka tanpa-batas, teknologi komunikasi yang menyatukan, kehidupan cyber yang menisbikan waktu dan ruang, menuntut manusia-manusia inovatif. Dengan sendirinya wajah kebudayaan dunia masa depan akan lain sifatnya. Betapa besar peranan inovasi di dalam dunia modern, menuntut peran dan fungsi pendidikan yang luar biasa untuk melahirkan manusia-manusia yang inovatif. Dengan kata lain, pendidikan yang tidak inovatif, yang mematikan kreativitas generasimuda, berarti tidak memungkinkan suatu bangsa untuk bersaing dan hidup di dalam masyarakat modern yang akan datang. Dengan demikian, pendidikan akan menempati peranan sentral di dalam lahirnya suatu kebudayaan dunia yang baru.

Akulturasi Budaya
Salah satu bentuk difusi kebudayaan ialah akulturasi. Dalam proses ini terjadi pembaruan budaya antar kelompok atau di dalam kelompok yang besar. Dewasa ini misalnya unsur-unsur budaya Jawa telah masuk di dalam budaya sistem pemerintahan di daerah. Nama-nama petugas negara di daerah telah mengadopsi nama-nama pemimpin di dalam kebudayaan Jawa seperti bupati, camat, lurah, dan unsur-unsur tersebut telah disosialisasi dan diterima oleh masyarakat luas.
Begitu pula terjadi akulturasi unsur-unsur budaya antar sub-etnis di Nusantara ini. Proses akulturasi tersebut lebih dipercepat dengan adanya sistem pendidikan yang tersentralisasi dan mempunyai kurikulum yang seragam.

Asimilasi
Proses asimilasi dalam kebudayaan terjadi terutama antar etnis dengan subbudaya masing-masing. Kita lihat misalnya unsur etnis yang berada di Nusantara kita ini dengan subbudaya masing-masing. Selama perjalanan hidup negara kita telah terjadi asimilasi unsur-unsur budaya tersebut. Biasanya proses asimilasi dikaitkan dengan adanya sejenis pembauran antar-etnis masih sangat terbatas dan kadang-kadang dianggap tabu. Namun dewasa ini proses asimilasi itu banyak yang sulit dihilangkan. Apalagi hal-hal yang membatasi proses prejudis, perbedaan agama dan kepercayaan dapat menghalangi suatu proses asimilasi yang cepat.

Didalam kehidupan bernegara terdapat berbagai kebijakan yang mempercepat proses tersebut, ada yang terjadi secara alamiah ada pula yang terprogram. Biasanya proses asimilasi kebudayaan yang terjadi di dalam perkawinan akan lebih cepat dan lebih alamiah sifatnya.

Fokus di Setiap Aspek
Adanya kecenderungan di dalam kebudayaan ke arah kompleksitas dan variasi dalam lembaga-lembaga serta menekankan pada aspek-aspek tertentu. Artinya berbagai kebudayaan memberikan penekanan kepada suatu aspek tertentu misalnya kepada aspek teknologi, aspek kesenian seperti dalam kebudayaan Bali, aspek perdagangan, dan sebagainya. Proses pembudayaan yang memberikan fokus kepada teknologi misalnya akan memberikan tempat kepada pengembangan teknologi.

Sering terjadi dengan adanya fokus terhadap teknologi maka nilai-nilai budaya yang lain tersingkirkan atau terabaikan. Hal ini tentu merupakan suatu bahaya yang dapat mengancam kelanjutan hidup suatu kebudayaan. Dalam dunia pendidikan hal ini sudah terjadi seperti di Indonesia. Dunia barat yang telah lama memberikan fokus kepada kemampuan akal, menekankan kepada pembentukan intelektualisme di dalam sistem pendidikannya. Dengan demikian aspek-aspek kebudayaan yang lain seperti nilai-nilai moral, lembaga-lembaga budaya primer seperti keluarga, cenderung mulai diabaikan.

Ikatan dalam lembaga keluarga mulai longgar, peraturan-peraturan seks mulai dilanggar dengan adanya kebebasan seks dan kebebasan pergaulan. Sistem pendidikannya dengan demikian telah terpisahkan atau teralienasi dari totalitas kebudayaan.Tentu saja kita dapat memberikan fokus tertentu kepada pengembangan ilmu pengetahuan asal saja dengan fokus tersebut tidak mengabaikan kepada terbentuknya manusia yang utuh seperti yang telah diuraikan di muka.

Kebudayaan yang hanya memberikan fokus kepada teknologi hanya akan menghasilkan menusia manusia robot yang tidak seimbang, yang bukan tidak mungkin berbahaya bagi kelangsungan hidup kebudayaan tersebut. Dalam proses pembudayaan melalui fokus itu kita lihat betapa besar peranan pendidikan. Pendidikan dapat memainkan peranan penting di dalam terjadinya proses perubahan yang sangat mendasar tersebut tetapi juga yang dapat menghancurkan kebudayaan itu sendiri.

Krisis Konsep Pendidikan 
Krisis Konsep tersebut merupakan konsekuensi akibat proses akulturasi kebudayaan. Suatu contoh yang jelas timbulnya krisis di dalam proses westernisasi terhadap kehidupan budaya-budaya Timur. Sejalan dengan maraknya kolonialisme ialah masuknya unsur-unsur budaya Barat memasuki dunia ketiga. Terjadilah proses akulturasi yang kadang-kadang menyebabkan hancurnya kebudayaan lokal. Timbul krisis yang menjurus kepada hancurnya sendi-sendi kehidupan orisinil. Lihat saja kepada krisis moral yang terjadi pada generasi muda yang diakibatkan oleh masuknya nilai-nilai budaya Barat yang belum serasi dengan kehidupan budaya yang ada.

Keluarga mengalami krisis, peranan orang tua dan pemimpin mengalami krisis. Krisis kebudayaan tersebut akan lebih cepat dan intens di dalam era komunikasi yang pesat. Bangsa Indonesia dewasa ini di dalam memasuki era reformasi menghadapi suatu era yang kritis karena masyarakat mengalami krisis kebudayaan.

Apabila gerakan reformasi tidak diarahkan sebagai suatu gerakan moral maka gerakan tersebut akan kehilangan arah. Gerakan reformasi akan menyebabkan krisis sosial, krisis ekonomi dan berbagai jenis krisis lainnya. Oleh sebab itu, gerakan reformasi total dewasa ini perlu diarahkan dan dibimbing oleh nilai-nilai moral yang hidup di dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Dalam kaitan ini peranan pendidikan sangat menentukan karena pendidikan didasarkan kepada nilai-nilai moral bangsa dalam jangka panjang akan memantapkan arah jalannya reformasi tersebut. azharmind.com


Source:

1. Global Culture (Essay Tentang Globalisasi, Migrasi Dan Pengaruhnya Terhadap Kebudayaan Dunia)
2. H.A.R TILAAR (Multikulturalisme Tantangan –Tantangan Global Masa Depan Dalam Transformasi Pendidikan Nasional,2004)
3. Prof.koentjaraningrat (Manusia dan Kebudayaan Indonesia,1980)
4. Situs Resmi Budaya dan Pariwisata (BudPar) Indonesia5. Soekanto (2000,172)6. Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (Setangkai Bunga Sosiologi,Yayasan Penerbit Fakultas Ekonomi UI,1984)

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Menurut saya ada kesalahan mendasar dlm ilmu pendidikan (pengajaran?) di Indonesia. Pertama, anak2 balita sampai tk besar maupun SD awal, seharusnya mereka dididik oleh para empu/profesor/lulusan s3 agar memperoleh basic mental/spiritual yg benar terutama di saat usia emas mereka (golden age) yg hanya sampai umur 9-10 tahun sedang bertumbuh. Metode pengajaran di SMP dan SMA diklasifikasi sesuai potensi, jadi kelas matematika dg kompetensi A dikelompokkan, B juga C juga dari bbrp kelas sehingga cara mengajar juga speednya berbeda-beda. Dgn sistem ini, anak dgn kometensi C di matematika, bisa jadi dia justru A di kompetensi Olahrga atau kesenian, sehingga setiap anak punya harga diri yang semestinya. Bukan semua lalu mengacu ke matetmatika dan bhs inggris sebagai tolok ukur siswa pinter tidak pinternya...lagipula kalau lihat anak-anak sekarang sekolah dg begitu banyak pelajaran, relevankah pelajaran itu....perbandingan antara teori dan praktik aja semrawut...semua kurikulum perlu direstrukturisasi ulang agar anak didik kita terseleamatkan...

Anonim mengatakan...

Beberapa sekolah swasta favorit sdh menerapkan klasiffikasi itu Pak Darminto..Sekolah2 negeri harus berani keluar dari zona nyaman yang terus diduduki selama ini demi masa depan bangsa.
Retno Dwi Suyanti

.

.
.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...