. Ramainya Perusahaan Otomotif Jepang Pindah ke Indonesia

Ramainya Perusahaan Otomotif Jepang Pindah ke Indonesia

Besarnya poteni pasar otomotif di Indonesia membuat investor komponen kendaraan bermotor asal Jepang ramai-ramai untuk ekspansi ke Indonesia. Sejumlah pelaku usaha skala kecil dan menengah di Jepang tertarik untuk merelokasi pabriknya ke Indonesia. Hal itu terungkap dalam pertemuan APEC Business Advisory Council (ABAC) tahun ini.


"Jepang tadi tanya, bagaimana cara relokasi pabrik yang level SME (Usaha Kecil Menengah/ UKM)," ujar Direktur BNI Gatot Mudiantoro Suwondo yang juga merupakan anggota ABAC Indonesia di Jimbaran, Bali (2/10/2013).

Diakuinya, BNI memang memfasilitasi kegiatan relokasi usaha mengingat pihaknya memiliki cabang di Tokyo dan Osaka, Jepang. Dia juga menjelaskan pihaknya telah melakukan kerjasama dengan 60 bank regional di Jepang guna memfasilitasi para investor yang ingin berinvestasi di tanah air.

Hingga saat ini, Gatot menyebutkan sudah ada 1.200 nasabah (UKM) asal Jepang yang beroperasi di Indonesia. Tak hanya itu, Jepang juga berniat menambah investasinya di tanah air.  "Ada lagi yang ingin relokasi itu sekitar 1.000-1.500. Baru mau," kata Gatot. 

Kawasan Lippo Cikarang 
Puluhan pekerja itu sedang memotong pelat baja, menghaluskan lantai, dan membereskan jaringan listrik di gedung kosong berukuran sekitar separuh lapangan sepak bola. Mereka mempersiapkan penghuni bagi gedung kosong yang bakal menjadi pabrik di kawasan industri Lippo Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, beberapa hari silam.
 


Para pekerja itu mengejar target selesai secepatnya karena calon penyewa sudah menunggu. Penyewanya bukan perusahaan Indonesia yang besar atau perusahaan asing top yang banyak bertebaran di belasan kawasan industri Cikarang. Calon pengguna pabrik itu adalah perusahaan kecil Jepang yang berinvestasi di Indonesia.

“Gedung ini pekan depan baru diserahterimakan ke tenant (penyewa),” ucap Antonius Ari Yulianto, Manajer Urusan Umum PT Forval Indonesia, konsultan bisnis yang mengurusi para pengusaha kecil dan menengahJepang di Lippo Cikarang. 

Dalam beberapa tahun ini, perusahaan Jepang yang membuka pabrik di Indonesia memang bukan hanya perusahaan besar dengan modal triliunan rupiah. Puluhan perusahaan kecil Jepang mulai ikut nimbrung.
Antonius mengatakan, di lahan industri kecil Jepang tempatnya sudah menerima 16 perusahaan. “Yang sudah beroperasi tiga perusahaan,” ucapnya. Belasan perusahaan itu, katanya, “Memproduksi spare part kendaraan bermotor serta produk-produk penopang industri lainnya.”
Pabrik Yang Ditawarkan
Dalam beberapa tahun ini, pabrik kendaraan bermotor, baik dari Jepang maupun wilayah lain, memang berlomba memperluas atau membuat pabrik baru. Salah satu pemancingnya, selain pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil dalam dekade terakhir ini, adalah munculnya paket potongan pajak bagi mobil murah dan ramah lingkungan.
Program mobil murah itu membuat Toyota dan saudaranya, Daihatsu, membuat pabrik baru di Indonesia.
Nissan juga membuat tempat perakitan untuk merek Datsun yang segera dipasarkan. Di luar merek Jepang, General Motors dari Amerika Serikat sudah memproduksi mobil di Indonesia karena ingin berjualan mobil serbaguna (MPV) di sini. Di Amerika Serikat, pabrik mobil biasanya memproduksi sekitar 70 persen suku cadang dari dalam perusahaan sendiri. Hanya 30 persen yang diambil dari pemasok, yang jumlahnya ribuan.
 
Sebaliknya, seperti disebut dalam laporan di Japan Economic Foundation, pabrik mobil di Jepang hanya memproduksi sekitar 30 persen suku cadang yang dibutuhkan. Pabrik mobil ini hanya memiliki 200- 300 pemasok suku cadang. Setiap pemasok utama ini mendapat bahan suku cadang dari pemasok berikutnya, yang sebagian merupakan usaha kecil dan menengah. Dan pemasok berikutnya juga mendapat bahan-bahan dari pemasok di bawahnya lagi. Akibatnya, usaha kecil dan menengah menjadi faktor yang berpengaruh dalam industri otomotif di Jepang.
 
Perusahaan kecil dan menengah yang terlibat dalam industri otomotif inilah yang berdatangan ke Indonesia. Di kompleks usaha kecil Jepang di Lippo Cikarang, misalnya, tampak enam gedung dengan luas berbeda-beda,1.000 sampai 3.000 meter persegi. Dua gedung di antaranya sudah terisi tiga perusahaan.
 
Tulisan yang dipajang di papan nama perusahaan bukan merek-merek Jepang yang akrab di telinga. Ada nama PT Katsuyamaseiki KKB Indonesia yang merupakan produsen alat potong metal, PT Kobayu Trading Indonesia yang bergerak dalam usaha perdagangan komponen industri, dan PT Tsujikawa Indonesia yang memproduksi alat cetak untuk industri.
 
Karena terlalu mahal bagi perusahaan kecil itu untuk mengurus sendiri tetek-bengek birokrasi dan penyiapan pabrik, mereka memanfaatkan konsultan seperti Forval, yang merupakan anak perusahaan dengan nama sama dari Jepang.
 
Perusahaan konsultan lain adalah Sojitz Corporation. Perusahaan perdagangan umum asal Jepang ini juga memberi bantuan mengatasi birokrasi, perizinan, sampai perekrutan karyawan bagi perusahaan kecil dan menengah Jepang yang akan masuk Indonesia.
 
Mereka juga mengembangkan kawasan industri yang mengincar perusahaan Jepang, dengan nama Greenland International Industrial Center di kawasan Delta Mas, Cikarang.
 
Meski di Jepang mereka dipandang perusahaan kecil dan menengah, tapi tidak di mata pemerintah Indonesia. “Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menganggap itu hanya investasi biasa saja,” kata Antonius.
 
BKPM membenarkan hal ini. “Kita tidak mengundang UKM (usaha kecil dan menengah) asing,” ucap Deputi Perencanaan dan Investasi BKPM Tamba P. Hutapea. Menurut prinsip badan ini, karena modalnya di atas Rp 10 miliar, berarti mereka perusahaan besar. “Mungkin batasan UKM di sana dengan di sini berbeda,” katanya.
 
Menurut standar Jepang, perusahaan kecil didefinisikan memiliki karyawan kurang dari 300 orang dan modal kurang dari 300 juta yen (Rp 35 miliar). Angka ini berlipat dari ukuran perusahaan kecil di Indonesia, yang menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, maksimal beraset Rp 500 juta dengan omzet sebanyak- banyaknya Rp 2,5 miliar.
 
Karena definisinya berbeda, Badan Koordinasi tidak mencatat secara khusus jumlah para investor kelas teri ini. Meski angka pasti belum jelas, sejumlah perusahaan sudah mengincarnya, misalnya PT Bank BNI Tbk. Bank ini bekerja sama dengan bank-bank dan lembaga keuangan Jepang sehingga perusahaan kecil yang masuk itu bisa memanfaatkan jaringan BNI.
 
Perusahaan lainnya adalah kawasan industry Lippo Cikarang. Humas Lippo Cikarang, Ria Sormin, memasang target bias mengundang 25 perusahaan kecil dan menengah di lahan yang mereka kembangkan. Tahap awal, mereka membangun 5 hektare. “Setelah yang 5 hektare ini penuh, kita akan bangun lagi 10 hektare,” ucapnya.
 
Jika target terpenuhi, bakal menjadi penghasilan lumayan bagi Lippo karena mereka memasang sewa Rp 200 ribu per meter persegi per bulan. Artinya, jika 5 hektare lahan itu tersewa semua, maka mereka bakal mendapat pemasukan Rp 10 miliar per bulan

Tidak ada komentar:

.

.
.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...