Pernahkah kita bertanya pada diri sendiri, mengapa orang yang kita
ajak berbicara kawan, staf, kolega, atasan, klien, atau
konsumen terbengong-bengong mendengar kita berbicara? Kelihatannya
mereka bukan takjub, melainkan tidak mengerti apa yang kita katakan.
Begitu pula, saat kita berpidato, ternyata audiens yang ada di depan
kita malah mengantuk atau asyik memencet-pencet hape bermain game,
membaca sms, atau mengirim status baru. Kita mungkin kesal atau marah.
Pernahkah kita bertanya, apa ya yang keliru? Mengapa tidak terjadi
“komunikasi”? Mengapa tidak ada koneksi? Mengapa tidak nyambung?
Kenali Audien
Seorang manajer bercerita bahwa setiap kali ia hendak terlibat di
dalam sebuah rapat atau berbicara di sebuah seminar, ia selalu berpikir:
“Bagaimana sebaiknya cara dan gaya saya berkomunikasi dengan mereka,
agar apa yang saya sampaikan dapat dimengerti?” Ia selalu berusaha
mengetahui lebih dulu, siapa yang akan hadir di rapat, siapa yang jadi
khalayak seminar. Manajer ini berusaha memahami terlebih dahulu siapa
yang akan diajak berkomunikasi, anak muda, karyawan sendiri, atau
anak-anak?
Craig Harper, seorang pembicara
motivasional, mengatakan, agar komunikasi berjalan efektif, kuncinya
pahami dulu orang lain, baru kemudian kita akan dipahami oleh orang
lain. Satu cara komunikasi tak bisa berlaku untuk semua audiens, seperti
halnya satu porsi latihan olahraga tak bisa dijalankan oleh semua
orang. Dengan mengenal lebih dulu audiensnya, pintu komunikasi akan
dapat dibuka dengan relatif lebih mudah.
Memecah kebekuan suasana membutuhkan trik tersendiri. Humor ringan
bisa membantu mencairkan ketegangan atau membangunkan peserta rapat atau
hadirin yang mengantuk. Pak Dahlan Iskan maupun Pak Mahmud M.D.
tergolong piawai dalam soal seperti ini. Pak Barack Obama juga pintar
menarik perhatian pendengar pidatonya dengan mengatakan bakso dan sate
itu enak. Sederhana, tapi terkesan simpatik dan membuat hadirin
memperhatikan apa yang ia sampaikan.
Aspiratif
Saran lainnya ialah lebih banyak mendengarkan. Ironis bahwa
komunikator terbaik biasanya justru tidak berbicara terlampau banyak. Ia
lebih banyak “mendengarkan” dalam pengertian menyerap apa yang jadi
aspirasi orang-orang di sekelilingnya. Suatu ketika, Martin Luther King,
Jr. hanya punya waktu beberapa menit untuk berpidato, tapi orang-orang
pulang dari pertemuan dengan kata-kata Martin Luther masih tertanam
dalam benak mereka: “I have a dream that my four little children
will one day live in a nation where they will not be judged by the color
of their skin, but by the content of their character.”
Craig juga memberi saran agar para pemimpin (politik, organisasi,
perusahaan), bahkan setiap orang, selalu belajar bahasa-bahasa
komunikasi baru. Pengalaman semestinya membantu kita untuk memahami
bahwa cara kita berkomunikasi mungkin mampu memotivasi seseorang, namun
bagi orang lain cara tersebut barangkali justru men-demotivasi.
Responsif
Yang tak kalah penting ialah investasi emosional. Makna sederhananya
adalah kita mempedulikan orang yang kita ajak berkomunikasi. Peduli
perihal apa yang mereka pikirkan, rasakan, inginkan, perlukan, dan
mereka yakini. Apabila orang merasa bahwa Anda tertarik pada apa yang
ingin mereka katakan, Anda akan dengan segera berhasil menciptakan
koneksi. Anda tidak mesti menyatakan setuju atau sepakat dengan pendapat
mereka, tapi sekedar mempertimbangkan perspektif mereka dengan rasa
hormat sudah mencukupi.
Intonasi Bicara
Ahli komunikasi lain sering mengingatkan pula pentingnya artikulasi,
intonasi, dan diksi. Percakapan yang artikulatif akan lebih mudah
diingat dan membantu orang memahami apa yang Anda katakan. Saat
berbicara dalam rapat, memilih kata-kata yang lebih sederhana akan
memungkinkan pembicaraan Anda dicerna oleh lebih banyak orang.
Sementara, Martin Luther memilih kata dengan diksi yang kuat agar
pesannya selalu diingat oleh khalayaknya.
Intonasi pun jangan dianggap remeh. Hadirin mungkin akan mengantuk
bila mendengar Anda berbicara dengan nada yang tidak pernah naik, tidak
pernah turun, tidak pernah cepat, tidak pernah lambat; seolah-olah tidak
ada hal penting yang ditekankan. Seperti halnya bernyanyi, mengatur
kecepatan dan volume suara secara tepat akan berpengaruh kuat terhadap
orang yang mendengarkan. Kata-kata intonatif mampu mempersuasi dan
mensugesti pendengarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar