Changgyecheon sekarang |
Sungai Cheonggye, Korea Selatan sudah terlacak dan tercatat sejak 600 tahun lalu, sejak Dinasti Joseon berkuasa dengan pusat pemerintahan di Kota Hanyang, nama masa lalu Seoul. Kawasan itu merupakan kawasan utama ketika lalu-lintas masih mengandalkan pada transportasi air.
Seperti Sungai Ciliwung Jakarta, Changgyecheon pernah bentuknya sangat kotor dan bau, serta dikelilingi oleh pemukiman kumuh yang dibangun oleh para pengungsi hasil Perang Dunia II.
Changgyecheon tahun 1960 |
Hal biasa yang dilakukan adalah melakukan pengerukan sedimen di dasar Cheonggyecheon dan ini dilakukan dalam masa cukup lama walau disadari bahwa penanganan seperti ini tidaklah cukup untuk menangani permasalahan yang ada. Sepanjang itu pula Cheonggyecheon tampil sebagai bagian kota yang kotor, kumuh dengan kualitas lingkungan yang sangat buruk.
Titik Balik Nasib Sungai Changgyecheon
Akhirnya muncul kesadaran pentingnya mengembalikan Cheonggyecheon sebagai bagian dari sejarah, kehidupan dan budaya Seoul. Tahun 2003, pemerintah setempat memulai Cheonggyecheon Restoration Project, suatu proyek yang bertujuan mengembalikan Cheonggyecheon sebagai bagian dari sejarah kehidupan dan budaya Seoul.
Proyek ini juga bertujuan untuk mewujudkan Seoul sebagai kota ramah lingkungan dengan menselaraskan alam dan manusia, menciptakan keseimbangan pembangunan di wilayah utara dan selatan Hangang River dan pada akhirnya akan meningkatkan kualitas budaya dan ekonomi kehidupan masyarakat Seoul.
Cheonggye overpass yang menutupi Cheonggyecheon stream dirubuhkan dan sepanjang aliran dibersihkan ditata dengan design yang menarik. Penyelesaian proyek ini memerlukan waktu dua tahun tiga bulan dimulai bulan Juli 2003 sampai bulan Oktober 2005.
Adalah Lee Myung-bak, Wali Kota Seoul saat itu, yang kemudian memelopori restorasi CheonggyeCheon. Proyek itu dinamai ‘Revolusi 5,8 km’, sesuai panjang aliran CheonggyeCheon. Pada tahun 2003, Lee memutuskan menjadikan CheonggyeCheon sebagai kawasan hijau yang terbuka. Jalan layang yang sudah dianggapnya tak lagi aman untuk dilewati, harus dibongkar total.
Bukan tanpa halangan, banyak yang menolak rencana itu. Berbagai alasan dikemukakan, dari pemborosan, problem sosial, hingga problem transportasi modern yang membutuhkan semakin banyak alternatif jalan raya. Namun Lee bergeming. Dengan tegas dia mengatakan bahwa ‘Revolusi 5,8 km’ bukan merupakan proyek jangka pendek, melainkan demi masa depan. Dia melakukan pendekatan dengan warga, banyak kalangan dan pemangku kepentingan baik swasta maupun pemerintah. Akhirnya proyek ‘Revolusi 5,8 km’ selesai pada September 2005. Hasilnya bisa dirasakan kini.
Bagaimana Perkembangan Kedepan Sungai Ciliwung, Jakarta?
Kampung Pulo tahun 2015 |
Waduk Pluit Dinormalisasi |
Penduduk Kota Seoul Nyaman dikali, Kapan Giliran Jakarta?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar