AZHARMIND.COM Ini permasalahan cara berpuasa putraku Lubias Zulqornain yang bekerja sebagai pelaut kapal pesiar, di bulan Ramadhan ini berlayar di wilayah negara-negara kutub utara, bagaimana berpuasa di suatu tempat yang matahari jarang terbenam? Terpikir beberapa pilihan: Puasa mengikuti jadwal kota Mekah, mengikuti imsakiyah negeri terdekat, atau mengikuti imsakiyah keluarga di rumah Semarang-Indonesia.
Lubias di kutub utara |
Persepsi siang hari bagi orang yang tinggal di daerah tropis adalah kondisi
terang karena terdapat sinar matahari, sedangkan malam adalah kondisi
gelap-gulita, tanpa ada sinar matahari karena sinar tersebut telah tenggelam di
bawah horizon. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang tinggal tanpa ada sinar
matahari atau lama matahari bersinar sangat pendek? Apakah mereka harus
meninggalkan kewajiban berpuasa?
Tentu saja tidak, Allah itu serba Maha. Dalam memberikan kewajiban terhadap
hamba-hamba-Nya, telah diperhitungkan dengan sangat cermat. Begitu pula dengan
agama Islam yang diturunkan-Nya, bersifat sempurna , supel, dan universal. Nabi
Muhammad SAW memang diturunkan di daerah tropis, dan kita juga tinggal di
negara yang beriklim tropis, tentu tidak akan mengalami kendala dalam hal waktu
siang dan malam. Kita bisa menjalankan puasa seperti yang pernah dicontohkan
Rasulullah SAW di daerah tropis. Tetapi bagi orang-orang yang tinggal di daerah
beriklim subtropis, sejuk, dan dingin, serta orang yang pergi ke luar angkasa,
tentunya berbeda dalam menghadapi waktu siang dan malam yang lamanya tidak
proporsional (siang 12 jam, malam 12 jam).
Daerah dekat Kutub Utara atau Selatan tidak memiliki keseimbangan siang dan
malam. Malam atau siangnya bisa menjadi lebih lama. Matahari tidak terbit atau
tidak tenggelam selama beberapa bulan. Lalu, apakah orang-orang yang tinggal di
sana harus berpuasa selama 20 jam atau lebih ketika musim panas? Atau cuma 3–4
jam ketika musim dingin? Atau justru tidak berpuasa karena tidak ada sinar
matahari sehingga gelap terus. Keadaan tersebut memang tidak terjadi pada masa
Rasulullah SAW sehingga dalam menerapkan fikih tidak bisa diambil serta-merta.
Dalam hal ini, ada beberapa hal yang bisa dijadikan pertimbangan, di
antaranya:
Pertama, orang-orang yang tinggal di daerah selain tropis tetap menjalankan
puasa tanpa mempersulit/memberatkan pelaksanaan ibadah tersebut karena Islam
merupakan agama yang fitrah. Jadi, ajaran-ajaran yang ada di dalamnya bisa
dilaksanakan sesuai dengan kemampuan manusia dan konteks perkembangan zaman.
Kedua, daerah tropis bisa dijadikan sebagai pedoman waktu puasa karena
memang Islam diturunkan di daerah tropis. Maksudnya, berpedoman pada pergerakan
matahari di daerah tropis yang dikonversi ke dalam bentuk jam. Hal ini
berdasarkan pada konsep garis bujur karena seluruh wilayah di permukaan bumi
ini akan berada pada jam yang sama jika terletak di garis bujur yang sama pula.
Jadi, puasa bisa dilaksanakan pada kondisi gelap (“malam”) asalkan sama jamnya
dengan daerah lain yang terang (siang) karena berada di garis bujur yang sama.
Ketiga, untuk kondisi di luar angkasa, puasa juga bisa dilakukan dengan
berpedoman pada jam universal. Puasa memang bisa dilaksanakan di belahan bumi
manapun dan waktunya tidak memberatkan. Mahasuci Allah yang telah menurunkan
Islam dengan rahmatan lil’alamien (rahmat bagi seluruh alam).
Segala
perintah-Nya telah diperhitungkan dengan sangat cermat sehingga tidak
memberatkan hamba-hamba-Nya karena Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan
tidak menghendaki kesukaran bagimu.
Azhar Muhammad
thank nice infonya sangat membantu, silahkan kunjungi website kami http://bit.ly/2PQsuvl
BalasHapus