ANGGOTA KOPASSUS:
"Kami
di latih...,di didik....,di gembleng...,mental dan fisik...,hingga
diambang batas kemanpuan manusia...,kami tidak memiliki hak....,kami
hanya mempunyai kewajiban...yaitu kewajiban membela negara ini....sampai
titik darah penghabisan...,kami pergi untuk
membela negara ini dengan rasa iklas...,tujuan kami hanya satu...agar
negara ini menjadi negara yg berdaulat...,kami tinggalkan anak,istri dan
orang2 yg kami cintai tuk maju ke medan tempur...cuma untuk negara
ini...,jadi kalau ada yg coba2 membuat negara ini menjadi tidak
aman...,AKAN BERHADAPAN DENGAN KAMI....".
SEJUTA PREMAN MATI MASYARAKAT JOGJA TIDAK RUGI
Sebuah spanduk terpajang di jalan Magelang Yogyakarta bertuliskan
Sejuta Preman Mati Masyarakat Jogja Tidak Rugi. Hal ini menggambarkan
sebenarnya ada kemarahan masyarakat terhadap keberadaan preman yang
selama ini meresahkan dan mengancam jiwa masyarakat.
Dibalik ketidaktepatan perbuatan 11 prajurit kopassus yang melakukan penyerangan lapas cebongan, tetapi ada hikmah positif dan rasa terima kasih masyarakat karena muncul semangat di masyarakat menjadikan kejadian ini sebagai momen untuk membrantas premanisme. Akibat dari kejadian cebongan daerah babarsari yang sering dijadikan area berkumpul preman dan mabuk-mabukan, saat ini gerombolan tersebut tidak lagi muncul. Harusnya semangat masyarakat untuk membrantas preman menjadi perhatian pemerintah dan aparat supaya mereka bertindak tegas dan tidak tinggal diam. Masyarakat merasa hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sesungguhnya masyarakat Jogja was-was dan merasa terancam bukan karena adanya 11 prajurit yang melakukan penyerangan lapas seperti yang dihebohkan di Jakarta sana, melainkan dari keberadaan preman dan pengedar narkoba itu sendiri.
Sikap kesatria dari pelaku dan institusi TNI dalam mengakui perbuatan dan siap menerima hukuman layak mendapatkan apresiasi yang tinggi. Itulah jiwa dan semangat prajurit yang patut kita banggakan. Namun diberbagai media TV, TNI masih terus disudutkan seperti media nasional, Komnas HAM, Kontras, dan politisi DPR seperti menyatakan penyerangan cebongan merupakan bentuk Hukum Rimba di negara hukum, tindakan mereka mengancam keamanan negara, ini adalah masalah internasional dan malah lebih mengutamakan untuk menghukum seberat-beratnya prajurit kopassus, sehingga terlihat kematian preman tersebut perlu dibela habis-habisan. Sedangkan kematian Kopassus dikarenakan gerombolan preman dianggap bukan pelanggaran HAM dan tidak mendapat perhatian. Hal ini malah berkebalikan dengan apa yang dirasakan banyak masyarakat. Masyarakat merasa TNI juga manusia yang memiliki Hak sama dengan yang lain. Salah satu warga menyampaikan komentar ketika ada bencana alam di Indonesia, TNI yang ada di garda depan memberikan pertolongan, evakuasi, menghadapi bahaya dan tanpa pamrih. Dan mana ada preman yang mau membantu masyarakat ketika kesusahan.
Meskipun tindakan 11 prajurit kopassus ini salah tetapi banyak masyarakat yang berterima kasih kepada mereka. Dan malah banyak hujatan terlempar kepada Komnas HAM yang dirasakan bertindak tidak adil bagi masyarakat. Statemen Komnas HAM yang menyampaikan bahwa pelaku penembakan telah merampas hak hidup yang tidak dapat digantikan. Ini malah melukai hati masyarakat. Apakah preman yang telah membunuh, memperkosa apa tidak merampas hak hidup orang? Kenapa ketika ada kejahatan seperti itu pembela HAM tidak turun tangan?? Mereka layak disebut TERORIS yang menteror keamanan dan keselamatan masyarakat.
Semoga politisi, lembaga HAM, aparat termasuk Pemerintah mencoba memahami apa yang dirasakan sebenarnya oleh masyarakat. Masyarakat ingin momen ini menjadi UPAYA PEMBRANTASAN PREMAN. KARENA MEREKA PARA PREMAN ADALAH PENGANCAM HAK ASASI MASYARAKAT SESUNGGUHNYA!!. Jangan dijadikan sarana politisasi atau hanya untuk menaikkan rating semata. Masyarakat cukup berpikir simpel dan hanya bisa bicara. Jika aparat dan pemerintah tidak mampu maka masyarakat sendiri yang akan bertindak membrantas preman jalanan. Jika demikian yang terjadi maka itulah HUKUM RIMBA yang sesungguhnya.
AYO BERANTAS PREMANISME DI MANAPUN TIDAK HANYA DI JOGJA TAPI DI SELURUH INDONESIA. Yang mendukung mari share seluas-luasnya supaya semangat pemberantasan preman ini menjadi perhatian Pemerintah dan mereka menyadari kekuatan masyarakat sesungguhnya.
Dibalik ketidaktepatan perbuatan 11 prajurit kopassus yang melakukan penyerangan lapas cebongan, tetapi ada hikmah positif dan rasa terima kasih masyarakat karena muncul semangat di masyarakat menjadikan kejadian ini sebagai momen untuk membrantas premanisme. Akibat dari kejadian cebongan daerah babarsari yang sering dijadikan area berkumpul preman dan mabuk-mabukan, saat ini gerombolan tersebut tidak lagi muncul. Harusnya semangat masyarakat untuk membrantas preman menjadi perhatian pemerintah dan aparat supaya mereka bertindak tegas dan tidak tinggal diam. Masyarakat merasa hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sesungguhnya masyarakat Jogja was-was dan merasa terancam bukan karena adanya 11 prajurit yang melakukan penyerangan lapas seperti yang dihebohkan di Jakarta sana, melainkan dari keberadaan preman dan pengedar narkoba itu sendiri.
Sikap kesatria dari pelaku dan institusi TNI dalam mengakui perbuatan dan siap menerima hukuman layak mendapatkan apresiasi yang tinggi. Itulah jiwa dan semangat prajurit yang patut kita banggakan. Namun diberbagai media TV, TNI masih terus disudutkan seperti media nasional, Komnas HAM, Kontras, dan politisi DPR seperti menyatakan penyerangan cebongan merupakan bentuk Hukum Rimba di negara hukum, tindakan mereka mengancam keamanan negara, ini adalah masalah internasional dan malah lebih mengutamakan untuk menghukum seberat-beratnya prajurit kopassus, sehingga terlihat kematian preman tersebut perlu dibela habis-habisan. Sedangkan kematian Kopassus dikarenakan gerombolan preman dianggap bukan pelanggaran HAM dan tidak mendapat perhatian. Hal ini malah berkebalikan dengan apa yang dirasakan banyak masyarakat. Masyarakat merasa TNI juga manusia yang memiliki Hak sama dengan yang lain. Salah satu warga menyampaikan komentar ketika ada bencana alam di Indonesia, TNI yang ada di garda depan memberikan pertolongan, evakuasi, menghadapi bahaya dan tanpa pamrih. Dan mana ada preman yang mau membantu masyarakat ketika kesusahan.
Meskipun tindakan 11 prajurit kopassus ini salah tetapi banyak masyarakat yang berterima kasih kepada mereka. Dan malah banyak hujatan terlempar kepada Komnas HAM yang dirasakan bertindak tidak adil bagi masyarakat. Statemen Komnas HAM yang menyampaikan bahwa pelaku penembakan telah merampas hak hidup yang tidak dapat digantikan. Ini malah melukai hati masyarakat. Apakah preman yang telah membunuh, memperkosa apa tidak merampas hak hidup orang? Kenapa ketika ada kejahatan seperti itu pembela HAM tidak turun tangan?? Mereka layak disebut TERORIS yang menteror keamanan dan keselamatan masyarakat.
Semoga politisi, lembaga HAM, aparat termasuk Pemerintah mencoba memahami apa yang dirasakan sebenarnya oleh masyarakat. Masyarakat ingin momen ini menjadi UPAYA PEMBRANTASAN PREMAN. KARENA MEREKA PARA PREMAN ADALAH PENGANCAM HAK ASASI MASYARAKAT SESUNGGUHNYA!!. Jangan dijadikan sarana politisasi atau hanya untuk menaikkan rating semata. Masyarakat cukup berpikir simpel dan hanya bisa bicara. Jika aparat dan pemerintah tidak mampu maka masyarakat sendiri yang akan bertindak membrantas preman jalanan. Jika demikian yang terjadi maka itulah HUKUM RIMBA yang sesungguhnya.
AYO BERANTAS PREMANISME DI MANAPUN TIDAK HANYA DI JOGJA TAPI DI SELURUH INDONESIA. Yang mendukung mari share seluas-luasnya supaya semangat pemberantasan preman ini menjadi perhatian Pemerintah dan mereka menyadari kekuatan masyarakat sesungguhnya.
LAWAN PREMANISME!!!
Menilik dari kasus penembakan di cebongan. Banyak sekali muncul pro dan kontra. Namun secara hukum memang penembakan tersebut tidak dapat dibenarkan.
Berdasarkan rekam jejak para tahanan yang ditembak mati, sebagian merupakan preman dan residivis yang sebelumnya juga pernah terlibat kasus pembunuhan dan perkosaan. Sebelum kasus pembunuhan anggota Kopassus, juga terjadi kekerasan dan penganiayaan kelompok tertentu terhadap anggota TNI yang dibacok kepalanya hingga kritis karena mencoba melerai keributan. Aparat saja bisa terancam apalagi masyarakat biasa.
Salah satu tokoh Indonesia Timur juga menyayangkan beberapa kejadian kasus premanisme di berbagai daerah memang kadang melibatkan warga Indonesia Timur seperti NTT, Papua, Ambon. Sehingga ketika ada masalah seperti ini yang dirugikan adalah warga mereka sendiri yang tidak terlibat sama sekali dan merantau sebagai pelajar untuk menimba ilmu. Sultan juga berharap masyarakat perantau dari berbagai daerah di Indonesia untuk menghargai masyarakat Jogja yang sangat terbuka kepada pendatang. Mereka bisa menjaga budaya, perilaku, menjaga sopan santun dan mentaati aturan. Diharapkan mereka bisa membaur dengan masyarakat bergotong royong dan tidak menciptakan eksklusifisme.
Kita berharap aparat juga tegas dalam melindungi warga terhadap aksi premanisme yang sering meresahkan masyarakat. Sebegitu marahnya masyrakat, sehingga ada yang berpendapat hidupkan lagi Petrus, yang pada masa lampau ada gerakan pembasmian preman. Pendapatan masyarakat ini mungkin disebabkan karena masih kurang tegas dan beraninya aparat dalam menindak premanisme yang sudah mulai tumbuh. Jangan sampai Jogja yang berhati nyaman menjadi dikuasai oleh preman seperti yang terjadi di kota besar seperti Jakarta ada kelompok John Kei, Hercules, dan lain sebagainya. Oleh karena itu perlu gerakan melawan premanisme yang tegas.
1 komentar:
mantab gan, setuju
Posting Komentar