Jokowi pemimpin bergaya metal |
Jelas
tidak ada maksud sama sekali bagi Jokowi dan Ahok untuk mempermalukan
pendahulunya, namun karena perbedaan gaya kepemimpinan saja yang menjadi
penyebabnya, dan itu juga karena semangat ingin mengadakan perubahan.
Gaya kepemimpinan pasangan itu adalah terbuka dan melibatkan publik,
cara buka-bukaan itu yang dari dulu diinginkan oleh kalayak, namun tidak
terkabulkan, dan pada era Jokowi Ahok keterbukaan itu menjadi kenyataan
dan diterima publik.
Bermula
dari penolakan anggaran pelantikan yang dianggap ketinggian lalu
dikoreksi, kemudian dilanjutkan dengan perilaku blusukan untuk
mengetahui permasalahan dilapangan. Blusukan itu telah mengkagetkan
warga tetapi disambut dengan sukaria, tidak ada protokoler yang
membatasi, Jokowi juga tidak mempermasalahkan teriakan sukaria warga
dengan menyebut Jokowi tanpa disertai sebutan Pak Jokowi. Padahal itu
juga diteriakan oleh suara anak-anak.
Ahok
sebagai penjaga gawang, juga setali tiga uang dengan Jokowi, RAPBD yang
telah disusun apik, dibongkar ulang dan disesuaikan dengan kepentingan
yang realisitis, dan tidak tangung-tangung, sanggahan dari Dewan
ditantang untuk buka-bukaan dan diliput media. Dari blusukan dan
penggunaan anggaran tepat sasaran, kesejahteraan warga bisa
ditingkatkan, ada berbagai macam bentuk kesejahteraan yang disubsidi
oleh pemerintah daerah.
Kesederhanaan
dan apa adanya adalah kehidupan mereka, pelantikan pejabat setingkat
wali kota, dilaksanakan jauh dari kesan mewah, lapangan bola kaki
dikampung kumuh ternyata bisa digunakan untuk acara pelantikan itu dan
tentu akan jauh dari acara makan-makan yang penuh kemewahan, gak
pantaslah dialam terbuka dibawah terik panas mentari pagi diadakan acara
makan-makan sebagai ungkapan syukuran, apalagi ditonton oleh warga yang
notabene masih mengalami banyak kekurangan. Acara itu tentu tidak akan
berbiaya mahal.
Kegiatan
blusukan kemana-mana dengan mobil dinas yang jauh dari kesan mewah tidak
memerlukan kawalan motor pembuka jalan, Segala bentuk kemacetan dan
banjir yang dialami warga juga dialami oleh Jokowi, bedanya Jokowi
menjadi yang bertanggung jawab untuk menemukan solusi mengatasi macet
dan banjir itu, jelas tidak mudah, telah berkali-kali berganti gubernur,
dan telah banyak teori dan solusi yang dijabarkan dan dilaksanakan,
tetapi masalah macet dan banjir belum juga teratasi, malah semakin
parah.
Biaya
yang telah banyak dikeluarkan untuk mengatasi itu, menjadi percuma dan
malah meninggalkan kerja yang terbengkalai. Tentu saja Jokowi pusing
kepala mencari solusi apalagi, Lalu dengan kenekatan dan cara sederhana,
Jokowi sang Gubernur tidak kaku berlaku sebagai kuli, gorong-gorongpun
dituruni, Jokowi keget, dikira gorong-gorong untuk ukuran kota sebesar
Jakarta itu seluas lapangan bola, ternyata hanya sedikit lebih besar
dari gorong-gorong dikampung-kampung, pantasan banjir mudah datang dan
engan untuk surut lagi, barangkali kalau ditelusuri lebih jauh, mungkin
gorong-gorong itu sudah tersumbat lama dan lebih parah macetnya
dibandingkan macetnya jalanan di Jakarta.
Jokowi masuk Gorong-gorong |
Ahok
yang mengetahui dari Jokowi tentang gorong-gorong cilik itu terkaget dan
berkomentar, masak dari tahun tujuhpuluan tidak ada satupun pejabat
yang bertanggung jawab yang tahu tentang gorong-gorong cilik itu, dan
Ahok semakin kaget lagi setelah mengetahui biaya penyusunan pidato
gubernur telah dianggarkan oleh anak buahnya sebesar RP 1,2 milyar,
mahal amat biaya untuk ngomong-ngomong didepan corong itu. Begitulah
Jokowi dan Ahok, gaya kepemimpinannya telah mempermalukan pendahulunya,
tetapi ditiru oleh banyak pihak yang berlaku bak pemimpin sederhana yang
merakyat.
saya suka gaya kepemimpinan jokowi, semenjak beliau menjadi pemimpin negeri ini, sudah banyak memberi perubahan untuk negara ini.
BalasHapussemoga sukses terus pak.jokowi.
salam merah putih.
ST3 Telkom