Akan tetapi hujan deras disertai angin tadi malam hampir-hampir
melenyapkan seluruh hartaku, tempat tinggalku porak poranda, triplek
bekas yang kumanfaatkan untuk dinding tersapu angin, air hujan membasahi
kardus bekas yang belum terjual. Tidak hanya itu nasi aking yang aku
kumpulkan untuk persediaan dikala darurat juga menjadi bagian korban
korban angin ribut.
Angin ribut tak mengenal belas kasihan, tampaknya sudah sepakat dengan
kekejaman Ibukota yang mempesonakan khayalanku untuk merubah nasib
bersama dua anakku yang tidak memahami apa itu dosa.
Kesal, jengkel, kecewa dan sedih menjadi satu harus berbuat
apa diriku, ingin marah rasanya kepada anak-anakku, tapi bukankah mereka
berdua sedang lapar. Sejenak kemudian Aku baru mengerti mereka
terserang masuk angin, jadi kehilangan selera makan. Aku mencoba merayu :
“Kamu boleh saja tidak makan, tapi kalau air teh hangat pasti mau,
khan?”. Akhirnya mereka mau minum separoh teh hangat yang kubelikan,
tampak keduanya juga akhirnya meraih nasi bungkus itu.
Tengah malam perutku mules, pertanda kelaparan sehari tidak kemasukan
makanan selain air putih, Aku tengok kedua Anakku yang tertidur dalam
posisi duduk bersandar tiang jembatan, tampaknya mereka mulai gelisah,
Aku tahu mereka pasti lapar lagi. Sebelum mereka betul-betul lapar Aku
bangunkan mereka, satu perjuangan melawan kelaparan harus Aku selesaikan
tengah malam ini.
Begitu pintu Aku buka kemudian kusapa kedua masinis:” Hallo Boss, masih ingat Aku?, Nasinya mana?”
Sedikit agak benggong masinis menjawab: “Tuh, jatahmu, ambil saja semua, tapi wadah jangan dibawa”.
Aku gelar kertas koran , terus dengan cepat aku tumpahkan nasi, sayur
salad, daging empal dan kerupuk jadi satu di selembar kertas koran itu.
Syukurlah anak-anakku ketika itu punya selera makan, jadilah pesta liar
dipinggir rel kereta stasiun Jatinegara.
Sampai saat ini ribuan orang masih menggantungkan urusan untuk makan di seputar stasiun dan dalam gerbong kereta api.
Azhar Muhammad
3 komentar:
cerpen kah bang??? keren banget komen back y
Yaa ini memang cerpen
Terima kasih banyak atas ceritanya yg sangat menarik. Setelah membacanya berulangkali, saya jadi mengerti dan sedih sekali serta pikiran jadi melayang "betapa kayanya" alam Indonesia tidak mungkin hal dalam cerita itu terjadi.
Posting Komentar