Jika diminta membayangkan contoh manusia kreatif, siapa yang ada
dalam bayangan anda? Newton dengan tragedi buah apelnya? Einstein dengan
popularitas relativitasnya? Archimedes dengan teriakan Eureka
tanpa busananya? Anak-anak SMK dengan berbagai produknya? Atau barisan
pemuda yang kemarin meramaikan pemilukada DKI? Terserah siapa dan yang
mana yang akan kita sebut dan kita golongkan sebagai manusia kreatif.
Kreativitas adalah seni penemuan. Kemampuan seseorang untuk
menciptakan hal-hal yang baru bagi dunia berdasar pada inovasi.
Kreativitas adalah seni keberanian. Kemampuan seseorang untuk melihat
secara berbeda dari kebanyakan orang. Menyimpulkan secara tidak biasa.
Keluar dari keumuman. Siapa yang bakal menyangka bak mandi penuh air
adalah tempat munculnya hukum Archimedes?
Seorang penulis pernah menyebut karakteristik manusia kreatif sebagaimana berikut;
- Tidak biasa. Manusia kreatif tidak terikat dengan kebiasaan dan norma keumuman yang berlaku. Mereka hanya percaya pada apa yang mereka yakini benar. Lihat saja betapa beraninya Galileo mengeluarkan pendapat bahwa bumi mengitari matahari. Satu pendapat yang menabrak kepercayaan kala itu.
- Individualistik. Manusia kreatif tidak mempercayai sesuatu yang bersifat takhayul. Mereka akan selalu berusaha mencari kebenaran dengan cara mereka sendiri.
- Inventif. Manusia kreatif penuh dengan daya cipta dalam balutan inovasi-inovasi. Mereka selalu berusaha mencari apa yang hilang didunia dan apa yang bisa dilakukan untuk kehidupan yang lebih baik.
- Terdorong. Manusia kreatif memiliki dorongan visi yang kuat dan memiliki keinginan untuk mengubah visi tersebut menjadi penemuan yang luar biasa melalui sebuah tindakan.
- Visioner. Manusia kreatif adalah manusia yang visioner. Visi mereka terletak pada hati dan jiwa mereka. Prioriotas utama hidup mereka adalah untuk mengejar visi itu.
- Intuitif. Manusia kreatif sangat intuitif. Pekerjaan yang mereka lakukan berasal dari jiwa mereka. Mereka mendengarkan jiwa mereka dan menjadikannya sebagai pembimbing dalam kehidupan mereka.
Nah..pertanyaannya sekarang, apakah lembaga sekolah kita bisa menciptakan manusia-manusia kreatif?
Oke, kita mulai pertanyaan ini dengan pertanyaan yang lain lagi, kenapa tanggungjawab ini diberikan kepada lembaga sekolah?
Jawabannya, mayoritas anak-anak kita menghabiskan masa-masa kecilnya
di sekolah, mulai dari setingkat PAUD sampai dengan SMA atau bahkan
bangku kuliah. Artinya, lembaga sekolah inilah yang sedikit banyak akan
membentuk pemikiran mereka untuk mengarungi kehidupan yang lebih jauh
lagi, yaitu terjun dalam kehidupan yang lebih nyata, dalam profesi
apapun nantinya.
Kembali lagi ke pertanyaan semula, bisakah sekolah menciptakan manusia-manusia kreatif?
Jawabnya, harus mampu. Setidaknya menjadi inisiator kemunculan
manusia-manusia kreatif Indonesia. harapan kea rah itu sudah mulai
terlihat. Kita telah menyaksikan kemunculan-kemunculan berbagai karya
luar biasa dari anak-anak sekolah kita. Inovasi-inovasi spektakular hal
pemikiran-pemikiran brilian. Tak perlu jauh-jauh melihat ke bangku
kuliah. Siswa-siswa setingkat SMK pun sudah mampu menciptakannya.
Pada dasarnya menjadi inisiator kemunculan manusia kreatif tidaklah
begitu sulit. Lembaga sekolah kita cukup menghilangkan kekakuan proses
pembelajaran dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa
untuk mengeksplorasi semua potensi mereka. Keragaman potensi ini adalah
modal pertama yang harus dijaga dan dikembangkan.
Selanjutnya, menjadi
fasilitator dan apresiator. Lembaga sekolah harus mampu memfasilitasi
ide-ide siswa, baik yang biasa, tidak biasa, unik, aneh, atau yang wajar
saja. Semua harus terfasilitasi secara seimbang dan adil bukan malah
dengan membunuh yang satu dan menghidupkan yang satunya lagi. Lalu,
memberikan apresiasi terhadap semua hal yang telah dilakukan siswa.
Apresiasi ini menjadi sangat penting karena bisa menjadi pemicu semangat
untuk kemunculan-kemunculan ide-ide baru lainnya. Kekurangan
disana-sini adalah satu kewajaran yang tak perlu untuk dicemooh atau
dihujat. Tak ada sesuatu yang langsung sempurna pada fase pertama.
Evaluasi berupa kritik dan saran memang patut diberikan sebagai wujud
apresiasi. Hanya, perlu disampaikan dengan cara-cara yang tepat sehingga
tidak menekan dan malah membunuh kreativitas itu sendiri.
Masalahnya, seberapa banyak lembaga sekolah kita yang mampu
menghilangkan kekakuan dalam proses pembelajaran? Menjadi fasilitator
and apresiator?
Jika tidak banyak, maka bisa jadi hanya siswa dari sekolah yang
itu-itu saja yang akan kita saksikan kreativitasnya. Sementara, siswa
dari lembaga lain masih terpendam dalam lubang kekakuan.
Tentunya di masa-masa yang akan datang kita berharap semakin banyak
manusia kreatif yang muncul dari lembaga-lembaga sekolah kita, yang
tidak hanya mampu mencipta produk berupa barang, namun juga ide-ide
spektakuler, sehingga semakin bertaburanlah pemikir-pemikir brilian dan
problem-solver handal di negara tercinta ini. Pastinya, kita tidak ingin
melihat lembaga-lembaga sekolah kita hanya menciptakan manusia yang
“kreatif” dalam mencontek, tawuran, atau membullying sesama temannya.
Semoga.
Sekolah sekarang sangat sulit menciptakan Manusia kreatif, sungguh memalukan.
BalasHapus