DAFTAR ISI AZHAR MIND

Muslim Rohingya Sudah Ada Sebelum Myanmar Ada

Konflik Myanmar menyita perhatian dunia internasional akhir-akhir ini. Penindasan yang dialami Muslim Rohingya membuka mata atas sejarah mereka sebagai etnis Myanmar yang tidak diakui. Bahkan tidak saja itu, program pembersihan etnis ditengarai dilakukan pemerintah Myanmar (kini Burma, red) dengan berbagai metode yang kejam.
Lantas bagaimanakah sebenarnya sejarah umat Muslim di Rohingya? Mengapa konflik di Arakan meluas menjadi konflik horizontal? Apakah kelompok Budha berada hal ini? Lantas langkah apa yang tepat untuk mengehentikan kekerasan di Arakan?



Bagaimana Sejarah Awal Muslim Rohingya?
Sejarahnya panjang. Sebagai etnis, mereka sudah hidup di sana sejak abad 7 Masehi. Tapi sebagai Muslim dengan nama kerajaan Arakan, mereka sudah mulai ada sejak tahun 1430 sampai 1784 Masehi. Jadi sekitar 3,5 abad mereka dalam kekuasaan kerajaan Muslim hingga mereka diserang oleh Kerajaan Burma, dan dianeksasi oleh Inggris. Setelah itu mereka dibawa menjadi bagian dari British India yang bermarkas di india. Meski India saat itu juga belum merdeka.
Kemudian berjalan bertahun-tahun lamanya sampai tahun 1940-an. Ketika Burma merdeka tahun 1948, ada 137 etnis yang ada di Burma. Sejak itupun, Myanmar tidak mengakui keberadaan mereka sebagai etnis yang ada di tanah Burma. Padahal ketika merdeka, Burma memasukkan negara bagian Arakan sebagai bagian dari Burma, namun setelah itu orang Rohingya atau Muslim Arakan tidak diakui sebagai etnis yang eksis di sana. Jadi ini masalahnya, padahal mereka sudah ada sebelum negara ada. Mereka dinilai minoritas dari segi warna kulit dan bahasa serta dianggap lebih dekat kepada orang Bangladesh. Walaupun mereka bukan orang Bangladesh.

Mana Istilah yang tepat bagi mereka, Rohingya atau Arakan?

Arakan itu nama propinsi. Kalau dalam Bahasa Inggris disebut Rakhine atau Rakhain. Sedangkan Rohingya adalah istilah yang dikenakan oleh orang luar (peneliti asing) pada abad 18-19 M.  Mereka sendiri menyebut diri mereka sebagai orang Muslim yang tinggal di Propinsi Arakan (Muslim Arakan). Cuma belakangan dikenal sebagai orang Rohingya. Karena ternyata di Arakan ada Muslim yang bukan berasal dari Arakan saja, tapi juga ada Muslim dari Bangladesh, juga dari bagian lain di Burma.

Selain etnis Arakan, ada etnis Muslim lain di Myanmar?

Banyak. Saya pernah mengadakan kunjungan lapangan ke Burma tahun 2008-2009. Saya mengunjungi Burma tiga kali. Saya datang ke tiga kota, Yangoon, Mandalay, dan Pyin Oo Lwin. Dan saya mengunjungi 8 masjid di tiga kota itu. Dan peninggalan berupa masjid di sana banyak. Dan Muslim tidak hanya berasal dari Arakan, ada Muslim Burma, Muslim China, ada juga Muslim imigran dari India dan Bangladesh. Dan jumlahnya cukup signifikan. Bahkan di kota Mandalay, kota terbesar kedua di Burma, saya hitung ada 8 masjid. Di Yangoon lebih banyak lagi. Secara garis besar, mereka hidup lebih baik dari Muslim Arakan. Hanya Muslim Arakan yang hidup tertindas, dipinggirkan, dan tidak pernah diakui oleh pemerintah.

Bagaimana awal konflik Muslim Arakan terjadi?

Sejak sebelum Burma merdeka, tahun 1942, sudah ada aksi kekerasan kepada orang Rohingya. Ribuan orang Rohingya dibunuh. Baik oleh negara maupun etnis mayoritas, karena mereka dianggap minoritas dan bukan bagian dari Burma. Kemudian berulang terus setelah Burma merdeka, ada operasi-operasi tentara yang sering kali dilakukan sejak tahun 1950-an. Yang paling sadis adalah Na Sa Ka Operation di antaranya dengan metode kekerasan, pengusiran, Burmanisasi, halangan untuk menikah, dan pemerkosaan. Jadi ini adalah state violence, di mana negara melakukan genosida, etnic cleansing (pembantaian etnis), tapi kemudian berkembang menjadi kejahatan sipil antar orang Rohingya dengan orang Arakan lainnya yang non Muslim.
Tapi saya berfikir poisitif bahwa orang Arakan non Muslim sebenarnya cukup peaceful (tenang). Orang Budha itu peaceful, mereka non violence. Cuma saya kira mereka terprovokasi oleh media, pemerintah, dan agitasi dari tokoh-tokoh yang tidak bertanggung jawab sehingga timbul kekerasan seperti yang kemarin. Konflik atas dua etnis itu jarang terjadi. Yang terjadi biasanya adalah konflik negara dengan orang Rohingya. Tapi sekarang jadi konflik horizontal. Dan saya yakin ini ada kepentingan di balik kekeruhan masalah itu.

Jadi selama ini warga Budha dan Muslim relatif tidak pernah terjadi benturan?
Sejauh data-data yang saya miliki, konfliknya selalu vertikal. Tapi menjadi horizontal karena ada-tokoh yang memprovokasi. Karena Budha selama ini sebagai agama cukup peaceful. Saya kenal banyak orang Budha Burma, tidak ada yang namanya sikap perlawanan yang keras.

Sebenarnya mengapa Muslim Rohingya Ditakuti? Bukankah mereka minoritas?
Di manapun mayoritas ingin menghegemoni kepada etnis yang berbeda. Ada istilah Myanmar for Burmese, not for moslem (Myanmar hanya untuk Burma, bukan untuk Muslim). Saya kira itu kurang sehat. Karena sejatinya di Myanmar itu tidak hanya orang Burma, ada banyak etnis di situ. Sementara orang Rohingya ini agamanya sudah beda, dan etnis juga sudah jauh. Sebagai Muslim dia juga berbeda dengan agama lainnya di Myanmar. Orang Rohingya tidak makan babi, minum minuman keras, menyembah dewa-dewa, itu halangan dari segi kultural.
Dari segi jumlah memang tidak menakutkan. Nah ini masalah jumlah juga tidak jelas, sensus selama ini tidak mendapati angka yang sebenarnya. Ada yang 1 juta, ada yang 3.6 juta. Jadi saya kira, pemerintah Myanmar tidak takut dengan jumlah tapi bahwasanya dari awal orang Rohingya dianggap stateless (tidak punya kewarganegaraan). Alasanya memang tidak jelas. Cuma karena mereka berbeda saja. Mungkin mereka tidak nyawan, dan secara sejarah mereka dinilai orang Benghali, bukan Burma. Maka pernyataan terakhir dari Presiden Myanmar itu menyakitkan. Bahwa supaya orang Rohingya dipindahkan ke negara lain. Ini pernyataan kurang ajar. Padahal mereka sudah tinggal di situ sejak berabad-abad lamanya.

Ada yang mengatakan jika dibiarkan Muslim Arakan akan kembali membuat Kesultanan Islam?
Saya kira itu kecil kemungkinan. Arakan tidak hanya Muslim. Arakan Selatan itu kebanyakan non Muslim. Untuk membuat negara jauh panggang daripada api. Itu juga bukan target dari mereka. Mereka hanya ingin diakui seperti warga Myanmar lainnya. Beda dengan Muslim di Selatan Thailand atau di Moro, Filipina mereka mungkin punya target ke arah sana, tapi beda dengan orang Rohingya. Mereka tidak punya sumber daya, karena jumlahnya sedikit, sekolah juga tidak. Akses ke ekonomi politik juga tidak tersedia. Karena Burma juga negara miskin, tetangga mereka Bangladesh juga miskin. Jadi jika mereka ingin membuat negara sendiri juga tidak menyelesaikan masalah, tapi minimal mereka ingin ada pengakuan.

Bisa dijelaskan pengalaman Anda mengunjungi Myanmar?

Dari segi alamnya indah dan luasnya terbesar kedua setelah indonesia di Asia Tenggara. Tapi mungkin seperti mutiara terpendam karena tidak dipoles dengan bagus. Orang pun tidak tahu banyak tentang Myanmar karena media dan internetpun disensor. Televisi juga jarang. Ketika saya ke sana, negara tersebut penuh dengan tentara yang membuat kita tidak leluasa. Saya punya teman orang Burma, ketika saya ke sana, mereka mengatakan, ‘jangan bicara politik di sini kamu akan membahayakan kami. Jadi ada pembatasan yang membuat tidak nyaman. Jangankan bagi orang asing, orang sana pun merasa tidak nyaman.
Kalau secara fisik, saya melihat seperti Indonesia tahun 80-an. Saya tidak melihat ada gedung bertingkat seperti di Sudirman-Thamrin. ATM tidak ada, money changer jarang sekali, telepon seluler juga sangat mahal, dan listrik pun byar pet, suka mati. Jadi ini konyol, penduduknya nyaris 90 juta, tapi tidak banyak orang mengetahui tentang Burma.

Ada Transisi Demokrasi di Myanmar Sekarang, Apakah Ini Akan Berdampak Bagi Muslim di Arakan?

Masalahnya Aung San Su Kyi sendiri diam. Karena mungkin dia punya kepentingan lain yang lebih besar untuk mendemokratiskan Burma, jadi seperttinya dia tidak mau mengambil resiko. Lebih baik dia tidak mengambil masalah dengan membicarakan Rohingya, daripada agenda besar dia tidak bisa dijalankan. Dan iklim demokratisasi itu tidak bisa langsung mengubah semuanya. Bagaimanapun Junta militer masih berkuasa. Meski dia punya kursi di parlemen, itu tidak langsung membuatnya berkuasa. Dan apakah berdampak bagi Rohingya, ini masih perlu dibuktikan. Kita juga menunggu peran aktif dari Suu Kyi beranikah dia bicara tentang Rohingya.

Apa yang bisa kita bantu untuk Muslim Rohingya?

Bantuan bisa bermacam ragam yang jelas yang mereka butuhkan sekarang adalah status sipil sebagai warga Negara dan bahwasanya mereka punya kebebasan seperti warga Negara yang lain. Bebas untuk menikah, bebas untuk punya anak, bebas dari perbudakan, bebas sekolah, bebas mendapatkan akses kesehatan. Jadi itu yang mereka minta, kebebasan, keadilan, dan akses yang sama. Hentikan pemerkosaan, pembunuhan, kesewenang-wenangan, jangan ada Burmaisasi terhadap orang Rohingya.
Untuk Negara-negara penerima pengungsi, untuk tidak mengusir mereka. Perlakukan mereka dengan baik. Dan jangan ikuti saran Presiden Thein Sein untuk memindahakn mereka ke negara ketiga. Pertanyaannya, negara mana yang mau menerima mereka? Karena Negara-negara sekarang juga punya masalah degan penduduknya.
Mereka juga butuh bantuan lainnya seperti sandang, pangan, papan, tapi masalahnya bantuan juga sulit bisa masuk. Karena akses ke sana dibatasi oleh pemerintah Myanmar.
Kalau uang juga sukar, karena Bank di Myanmar seperti bank zaman dulu, bagaimana mau ambil uang jika ATM tidak ada? Berarti mau tidak mau mereka harus buka account, itu juga bukan masalah sederhana karena mereka tidak punya ID Card (KTP). Yang bisa kami lakukan sekarang adalah melakukan advokasi dengan sesama Muslim Myanmar yang tinggal dalam pelarian di Jepang, Malaysia, Thailand, dan London. Mereka lebih vokal, karena lebih aman.

Pulau di Indonesia banyak, apakah mungkin memindahkan mereka ke Indonesia?

Itu mudah saja kalau ada kemauan politik seperti  kasus pengungsi Vietnam yang ditempatkan di Pulau Galang dan Rempang tahun 70-an. Atas nama kemanusiaan memang tidak masalah. Namun masalahnya itu menyenangkan pemerintah Mnyamar. Ini tanggung jawab mereka kok malah menimpakan kepada negara lain. Karena Myanmar sendiri masih besar negaranya, cuma mereka dibatasi saja aksesnya.

Heru Susetyo
-----------------------------
Heru Susetyo adalah seorang praktisi hukum yang peduli atas kezhaliman yang diderita umat maupun kelompok Islam di berbagai tempat. Sekretaris Program Pascasarjana Fakultas Hukum UI ini mendirikan Pusat Informasi dan Advokasi Rohingya-Arakan (PIARA). 

Sumber: hidayatullah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar adalah proyeksi pemahaman. Orang paham pasti bisa komentar