Mengikuti kata hati adalah hak esensial manusia untuk beraktifitas dalam bentuk berbagai kegiatan mulai dari soal makan, tidur, bekerja dan bersosialisasi hingga hasrat untuk memiliki sesuatu yang diinginkan dan termasuk supaya dianggap lebih dari yang lain maupun kekuasaan. Tiga unsur yang berasal faktor internal dari diri manusia itu sendiri untuk memenuhi keinginan dari urusan perut (makan), bawah perut (seksual) dan atas perut/ dada (gengsi dan kekuasaan). Pemikiran, perencanaan dan berbagai upaya dilakukan untuk memenuhi tiga ‘sahwat’ tersebut diatas, terkadang untuk pencapaian hasrat sering dilakukan langkah-langkah yang tidak terpuji. Bila kehidupan seseorang telah didominasi dan digerakkan tiga unsur tersebut maka bisa ada kesimpulan paling ektrim bertuhankan pada diri sendiri. Ilahahu butunahu, ilahahu furujahu dan ilahahu shudurohu.
Selain itu faktor eksternal juga ikut memotivasi untuk ’bertuhankan diri sendiri’ yaitu faktor wanita, anak, tanah, perhiasan, kendaraan yang dibanggakan dan kekuasaan sebuah jabatan sosial. Kombinasi dari dua faktor tersebut mengkristal menjadi cita-cita dan harapan harian masal manusia yang mampu melupakan fitrah awal dari penciptaan manusia adalah untuk mengabdi kepada Allah.
Tidak kita pungkiri bahwa terkadang bekal pengetahuan agama mereka yang demikian bisa dikatakan cukup dan juga bisa jadi sangat tekun melakukan ibadah ritual keagamaan, akan tetapi ibadah ritual yang dilakukan adalah sebagai pelengkap upaya kesuksesan hasrat. Sehingga doa yang diucapkanpun berkisar mudah-mudahan hajatnya terkabul dan supaya mendapatkan rejeki yang banyak. Allah Swt, diposisikan sebagai pendukung cita-cita terwujudnya ’sahwat’.
Fitrah Penciptaan Manusia
Tujuan pokok dan fungsi manusia diciptakan oleh Sang Pencipta adalah untuk beribadah (وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ Wamaa kholaktul jinna wal insa illa liya’budu QS: Adz-Dzariyat: 56). Kata li ya’budu berati dikandung harapan supaya mampu beraktifitas memberikan pengabdian, mampu mempersembahkan nilai-nilai yang bermanfaat kepada sesama manusia dan lingkungannya. Dengan kata lain atas bimbingan Allah manusia melayani sesama manusia dan lingkungannya yang telah diciptakan Allah (Iyyaka na’budu wa iyyaka nastain).
Seorang mukmin tidak akan melakukan sesuatu apapun, kecuali atas perintahnya (Wa maa romaita idz romaita walakin Allaha romaa). Ramadhan Bulan Pengembalian Iman
Pada bulan Ramadhan kita dilatih untuk kembali pada fitrah manusia,
Tidak akan makan/minum meskipun lapar/ haus kecuali sudah waktunya yang ditentukan Allah (berbuka puasa). Meskipun mata ngantuk dan mungkin belum lapar seorang mukmin patuh kepada Allah untuk melakukan makan sahur. Demikian juga untuk start dan finish bulan Romadhon selalu menunggu perintah Allah dalam bentuk sinyal terbitnya bulan yang digerakkan oleh Allah. Begitulah Allah melatih manusia untuk ‘memenggal’ hasrat yang berasal dari manusia, untuk dikembalikan selalu patuh kepada Allah.
Diujung akhir bulan Ramadhan ditutup dengan Idul Fitri dikandung maksud agar manusia kembali pada fitrah awal penciptaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar adalah proyeksi pemahaman. Orang paham pasti bisa komentar